KPK Dinilai Berlebihan

KPK Dinilai Berlebihan
ILUSTRASI. FOTO: JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Assyafiyah, Habloel Mawadi menilai sikap komisioner Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dinilai sangat berlebihan.

“KPK memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap rencana revisi UU KPK yang sedang bergulir. Saya melihat poin-poin di dalam draf revisi undang-undang tersebut, justru untuk memperkuat dan menegaskan bahwa apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme dan dapat dipertanggungjawabkan,” Habloel Mawadi di Jakarta, Jumat (19/2).

Menurutnya, empat poin krusial dalam draf revisi UU KPK bukanlah poin yang akan melemahkan lembaga KPK, tetapi justru sebagai upaya mendorong KPK menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan publik.

“Karena arena dalam penanganan perkara, KPK pernah beberapa kali kalah ketika perkara yang ditanganinya di praperadilankan. Kejadian tersebut, maka revisi UU KPK menjadi relevan untuk diparipurnakan," sarannya.

Terkait poin Dewan Pengawas KPK dalam draf revisi, menurut Habloel juga tidak perlu dikhawatirkan akan membatasi kinerja KPK dalam memberantas korupsi, karena kinerja KPK tetap dilakukan berdasarkan prinsip kolektif kolegial. Dewan Pengawas hanya berfungsi sebagai supervisi atau dewan etik, yang diharapkan nantinya diisi oleh tokoh-tokoh negarawan, yang memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi.

“Orang-orang seperti itu cukup banyak di Indonesia dan saya yakin sangat pro terhadap pemberantasan korupsi di republik ini dan tidak akan membatasi. Kalau sudah sesuai dengan mekanisme, kenapa harus takut untuk diawasi, kan begitu," ujarnya.

Sedangkan pada poin penyadapan, yang akan diatur untuk memperoleh izin terlebih dahulu dari dewan pengawas, pengajar hukum di UIA Jakarta ini mengakui bahwa penyadapan sebagai sarana penting untuk memburu para koruptor, tetapi penyadapan tetap harus dilakukan melalui prosedur dan mekanisme.

“Sehingga tidak sembarang orang yang akan disadap. Dan lagi pula  selama ini, penyadapan itu kerap melebar dengan mengumbar pada persoalan-persoalan yang lain, seperti persoalan pribadi misalnya," tegas dia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News