KPK Garap Petinggi MA Sebagai Saksi Kasus Suap dan Gratifikasi
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kepala Biro Kepegawaian Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung (MA), Supatmi, Kamis (26/12) ini.
Sedianya, Supatmi diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016, yang menjerat eks Sekretaris MA Nurhadi.
"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka HS (Hiendra Soenjoto, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal)," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.
Dalam perkara mafia kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiganya ialah eks Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyanto. Dari pihak swasta, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Nurhadi bersama menantunya diduga menerima suap Rp 46 miliar untuk pengamanan perkara dalam persidangan.
Nurhadi dan Rezky lantas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (tan/jpnn)
KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kepala Biro Kepegawaian Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung (MA), Supatmi, Kamis (26/12) ini.
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga
- Jokowi Masuk Daftar Pemimpin Terkorup Versi OCCRP, Guntur Romli Colek KPK-Kejagung
- Jenderal Polri Bintang Dua Ini Tegaskan Kasus Firli Bahuri Segera Tuntas
- Akal Bulus BI, CSR Dialirkan ke Individu Lewat Yayasan, Ada Peran Heri Gunawan dan Satori?
- KPK Jebloskan Tersangka Korupsi Shelter Tsunami NTB ke Sel Tahanan
- KPK Usut PSBI, Misbakhun: Tak Ada Transferan Dana dari BI ke Anggota Komisi XI DPR RI
- Petrus Sebut Hasto Tumbal Politik, KPK Jadi Tunggangan 'Partai Perorangan' Jokowi