KPK Harus Cermat dan Objektif Menangani Perkara BLBI

Menkeu diduga melakukan pelanggaran dalam Penjualan Aset Petambak Dipasena

KPK Harus Cermat dan Objektif Menangani Perkara BLBI
Gedung KPK. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Jaringan Advokat Publik (JAP) Indonesia menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya cermat dan objektif dalam menangani perkara dugaan korupsi terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Potensi ketidakcermatan dalam menempatkan pihak yang bersalah (error in persona) dalam perkara itu amat besar.

JAP Indonesia berpendapat KPK seharusnya memperdalam dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Menteri Keuangan, terutama yang berkaitan dengan periode penyelesaian kewajiban berupa penjualan aset-aset milik para debitur. Sepatutnya, para pejabat Kementerian Keuangan yang berwenang dan diduga melakukan pelanggaran, segera diproses hukum.

“KPK harus lebih cermat dan objektif, jangan sampai salah dalam menetapkan kesalahan hukum pada seseorang (error in persona),” kata Koordinator JAP Indonesia, Moin Tualeka dalam siaran persnya Sabtu (23/6).

Moin mencermati perkara yang saat ini tengah diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Temenggung didakwa bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorodjatun Kuntjorojakti, pengendali saham Bank Dagang Nasional Indonesia/BDNI Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih S. Nursalim melakukan pelanggaran sehubungan dengan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk Sjamsul Nursalim. Sjamsul dan istrinya belum pernah diperiksa sejak kasus ini diselidiki oleh KPK.

Kendati demikian, Moin berpendapat, perbuatan yang dilakukan oleh Syafruddin sangat erat berkaitan dengan wewenang pejabat dan lembaga lain, terutama Kementerian Keuangan.

“Karakteristik perkara itu juga kental dimensi perdata, karena berkaitan dengan perjanjian kredit antara petani tambak dan BDNI yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM),” ujar Moin. 

Fakta selanjutnya, kata Moin, BDNI telah menyerahkan aset senilai Rp 4 triliun kepada BPPN untuk menyelesaikan kewajiban. Ketika BPPN berakhir masa tugasnya pada tahun 2004, dilakukan penyerahan aset kepada Kementerian Keuangan, yang selanjutnya melalui Perusahaan Pengelola Aset (PPA), menjual aset tersebut. Menurut audit investigatif BPK tahun 2017, aset itu dijual oleh PPA hanya Rp 220 miliar. 

Penjualan aset dilakukan pada saat Menteri Keuangan era Jusuf Anwar dan Sri Mulyani pada 2007. Sementara itu hak tagih BPPN terhadap BDNI diserahkan pada saat Menteri Keuangan Boediono pada tahun 2004. Boediono pernah diperiksa KPK berkaitan dengan perkara tersebut pada Kamis, 28 Desember 2017.

Jaringan Advokat Publik (JAP) Indonesia menyatakan KPK seharusnya cermat dan objektif dalam menangani perkara dugaan korupsi BLBI.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News