KPK Jebloskan Eks Pejabat Kemenkes dan Pengusaha Terkait Korupsi APD Covid-19

KPK Jebloskan Eks Pejabat Kemenkes dan Pengusaha Terkait Korupsi APD Covid-19
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu. Foto: Benardy Ferdiansyah/ANTARA

Pada 22 Maret 2020, Shin Dong Keun dan Satrio Wibowo menandatangani kontrak kesepakatan sebagai authorized seller APD sebanyak 500 ribu set dengan nilai tergantung nilai tukar dollar saat pemesanan.

Selanjutnya, PT Permana Putra Mandiri dan PT Energi Kita Mandiri menandatangani kontrak kerja sama distribusi APD, dengan margin 18,5 persen diberikan kepada PT Permana Putra Mandiri.

Mantan Sestama BNPB yang juga kuasa pengguna anggaran BNPB saat itu Harmensyah bernegosiasi dengan Satrio Wibowo agar harga APD diturunkan dari USD60 menjadi USD50.

Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD dengan mereka yang sama yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu sebesar Rp 370 ribu per set.

Dalam rapat juga disimpulkan PT Permana Putra Mandiri akan menagih pembayaran atas 170 ribu set APD yang didistribusikan TNI dengan harga USD50 per set atau sekitar Rp 700 ribu. Pada 25 Maret 2020, PT Energi Kita Indonesia dan PT Yonsin Jaya memesan 500 ribu set APD dengan menyerahkan giro Rp 113 miliar bertanggal 30 Maret 2020.

Dokumen kepabean dan dokumen lain sengaja menggunakan data PT Permana Putra Mandiri karena PT Energi Kita Indonesia tidak mempunyai izin penyaluran alat kesehatan, tidak memiliki gudang, dan Non-PKP.

Pada 27 Maret 2020, Saudara Satrio menghubungi kepala BNPB pada saat itu, di antaranya untuk segera dilakukan pembayaran terhadap 170 ribu APD yang diambil TNI. "Dan meminta diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea," papar Asep.

Atas permintaan itu, pembayaran pertama sebesar Rp 10 miliar dilakukan pada 27 Maret 2020 dari bendahara BNPB kepada rekening BNI PT PPM. Padahal, saat itu belum ada kontrak ataupun surat pesanan. Pembayaran kedua sebesar Rp 109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kemenkes kepada rekening BNI PT PPM.

BPKP menyatakan pengadaan tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319 miliar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News