KPK Mempertanyakan Komitmen MA dalam Memberantas Korupsi di Indonesia
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan komitmen Mahkamah Agung (MA) dalam upaya memerangi perampok uang negara.
Pertanyaan itu terlontar menyusul putusan MA yang mengabulkan peninjauan kembali (PK) pengacara Lucas dalam kasus merintangi penyidikan KPK.
"Diputus bebasnya narapidana korupsi pada tingkat PK tentu melukai rasa keadilan masyarakat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (8/4).
Dia menjelaskan pihaknya sejauh ini belum mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim.
KPK, lanjut Fikri, belum menerima putusan lengkapnya.
Meski demikian, Fikri menekankan pihaknya sangat yakin dengan alat bukti yang dimiliki.
Sampai tingkat kasasi di MA pun, dakwaan jaksa KPK maupun penerapan hukum atas putusan pengadilan tingkat di bawahnya tetap terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan.
"Namun demikian kami hormati setiap putusan Majelis Hakim," tegas dia.
Di samping itu, Fikri menilai fenomena banyaknya PK yang diajukan oleh terpidana korupsi saat ini seharusnya menjadi perhatian bagi MA.
Sebab, sejauh ini, banyak terpidana korupsi mendapat keringanan hukuman di tingkat MA.
"Fenomena banyaknya PK yang diajukan oleh terpidana korupsi saat ini seharusnya menjadi alarm atas komitmen keseriusan MA secara kelembagaan dalam upaya pemberantasan korupsi," jelas Fikri.
Lebih lanjut kata dia, pemberantasan korupsi butuh komitmen kuat seluruh elemen bangsa. Fikri menilai hal itu tentu komitmen dari setiap penegak hukum itu sendiri.
Pada 20 Maret 2019, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Lucas dalam perkara merintangi penyidikan terhadap tersangka eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro.
Hukuman Lucas dikurangi lima tahun penjara di tingkat banding. Di tingkat kasasi, MA juga mengurangi vonis advokat Lucas dari lima tahun menjadi tiga tahun penjara.
Lucas yang yakin tidak bersalah mengajukan PK dan dikabulkan.
Dalam memutuskan PK tersebut, duduk sebagai ketua majelis hakim agung Salman Luthan dengan anggota Prof Abdul Latief dan Sofyan Sitompul.
Putusan tersebut dibacakan pada Rabu (7/4) kemarin dan tercatat dengan nomor register 78 PK/Pid.Sus/2021.
Dalam perkara ini, Lucas menyarankan Eddy Sindoro yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tetap berada di luar negeri, untuk tidak pulang ke Indonesia.
Hal itu dilakukan dengan mencabut paspor Indonesia agar bebas bepergian dan menunggu setelah 12 tahun hingga perkara kedaluwarsa.
Lucas lalu mengatur agar saat Eddy mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dapat melanjutkan penerbangan ke luar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan komitmen Mahkamah Agung (MA) dalam upaya memerangi perampok uang negara. KPK masih menunggu putusan pengacara Lucas.
- Amplop Berlogo Rohidin Mersyah-Meriani Ikut Disita KPK, Alamak
- Usut Kasus Korupsi di Kalsel, KPK Panggil Ketua DPRD Supian
- Usut Kasus Korupsi Izin Tambang, KPK Panggil Rudy Ong Chandra
- Usut Kasus Korupsi Pencairan Kredit, KPK Periksa Komut BPR Jepara Artha
- Ketua MK Prediksi Ratusan Kandidat Bakal Mengajukan Sengketa Pilkada
- Terbukti Korupsi Proyek Kereta Api, 2 Mantan Kepala Balai KA Ini Divonis Penjara Sebegini