KPK Ngotot Bisa Jerat Miranda-Nunun

Kasus Suap Cek Perjalanan

KPK Ngotot Bisa Jerat Miranda-Nunun
KPK Ngotot Bisa Jerat Miranda-Nunun
Dalam pasal tersebut, para terpidana hanya terbukti menerima gratifikasi, bukan suap. "Sehingga dalam pasal 11 ini, yang bisa dihukum hanya pegawai negeri atau penyelenggara negara saja. Pemberinya tidak bisa dihukum," kata Maqdir ketika dihubungi Jawa Pos ini, kemarin. Maqdir adalah kuasa hukum tersangka Anthony Zeidra Abidin dan Baharuddin Aritonang.

Dia menduga, sejak awal KPK sengaja tidak berniat untuk menjerat pemberi suap. Termasuk menyeret Miranda maupun Nunun dalam kasus tersebut, meski keduanya terindikasi terlibat. Sebab, lanjut dia, hukuman atas empat terpidana tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap. Artinya, para terpidana telah menerima amar putusan pengadilan Tipikor yang menggunakan pasal 11 tersebut. Sehingga mereka tidak mungkin diadili kembali sebagai penerima suap. "Itu tidak mungkin, apalagi diadili kembali untuk perbuatan pidana yang sama, sekalipun dakwaannya berbeda," tambahnya.

Untuk itu, Maqdir pesimistis terhadap upaya KPK dalam menjerat si pemberi suap. Menurutnya, KPK telah melakukan kesalahan sejak awal pengusutan kasus cek perjalanan. "Yang bertanggung jawab terhadap konstruksi hukum yang sudah seperti ini (mengakibatkan pemberi cek tidak bisa dihukum) bukan hanya pimpinan KPK, tapi juga deputi penindakan dan direktur penuntutan KPK," tegasnya.

Menanggapi tudingan tersebut, KPK memilih bergeming. Menurut Haryono, KPK tetap akan berupaya untuk menjerat pemberi suap, meskipun pasal yang terbukti di pengadilan tidak mengikutsertakan pemberi suap. "Kita lihat dulu perkembangannya lah. Kita masih berupaya," ujarnya.

JAKARTA -- Setelah menahan para tersangka kasus suap cek perjalanan dalam pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia (DGS BI) pada 2004, KPK

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News