KPK Periksa Anggota DPRD hingga Kepala Sekolah di Bengkulu

KPK Periksa Anggota DPRD hingga Kepala Sekolah di Bengkulu
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Senin (24/2), memeriksa sembilan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. FOTO: Ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Senin (24/2), memeriksa sembilan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.

Kasus ini diduga terjadi dalam periode 2018 hingga 2024 dan berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan tugas pemerintahan.

"Pemeriksaan dilakukan di dua lokasi berbeda, yaitu Gedung Merah Putih KPK di Jakarta dan Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bengkulu," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya.

Di Gedung KPK, penyidik memeriksa seorang saksi dari kalangan swasta, Nurul Hasanah.

Sementara itu, di Bengkulu, delapan saksi lainnya yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk kepala sekolah dan anggota legislatif, juga menjalani pemeriksaan.

Beberapa di antaranya adalah Eka Pariyantini, Kepala Sekolah SMAN 4 Bengkulu Tengah; Alpauzi Harianto, Kepala Sekolah SMKN 2 Kota Bengkulu; serta Manogu Sinabutar, Kepala Sekolah SMAN 7 Kota Bengkulu. Selain itu, ada juga Andri Heryanto dari SMAN 1 Kepahiang dan Feri Irawan yang menjabat sebagai Kepala Sekolah SMAN 1 Mukomuko.

Tak hanya dari kalangan pendidikan, pemeriksaan juga menyasar sejumlah anggota legislatif, seperti Sumardi yang merupakan anggota DPRD Provinsi Bengkulu, serta Samsul Aswajar, anggota DPRD Kabupaten Seluma, dan Dodi Martian, anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Selatan, juga turut dimintai keterangan oleh penyidik.

Kasus dugaan korupsi di Pemerintah Provinsi Bengkulu yang sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 23 November 2024.

Kasus ini diduga terjadi dalam periode 2018 hingga 2024 dan berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan tugas pemerintahan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News