KPK Periksa Direktur Jenderal Perhubungan Laut
jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat terkait penyidikan kasus proyek pembangunan Diklat Pelayaran Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2011 di Sorong, Papua dengan tersangka mantan General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan. Sehari setelah penetapan tersangka, KPK langsung melakukan pemeriksaan saksi dalam kasus itu.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan ada satu saksi yang diperiksa terkait kasus itu yakni Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Bobby R. Mamahit. "Dia diperiksa sebagai saksi," kata Priharsa ketika dikonfirmasi, Jumat (12/9).
Priharsa mengaku tidak mengetahui soal materi pemeriksaan. Namun menurutnya, keterangan Bobby diperlukan penyidik untuk melengkapi berkas tersangka.
Budi disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kerugian negara dalam kasus itu diperkirakan sebesar Rp 24,2 miliar.
KPK sudah melakukan penggeledahan di beberapa tempat terkait kasus itu pada Kamis (11/9). Adapun lokasi yang digeledah adalah Kantor Pusat PT Hutama Karya di Jl MT Haryono Kavling 8 Jakarta Timur, beberapa ruangan di Kementerian Perhubungan, Kantor PPSDM Perhubungan Laut Jl Merdeka Timur Nomor 5 Jakarta Pusat, Kantor Hutama Karya Divisi Gedung D di Kebayoran Baru, dan rumah Budi di Serpong. (gil/jpnn)
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat terkait penyidikan kasus proyek pembangunan Diklat Pelayaran Kementerian Perhubungan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- BPKP Usulkan Rancangan Kebijakan MRPN Lingkup Pemerintah Daerah
- Eks Tim Mawar Kenang Presiden Prabowo yang Rela Korbankan Diri demi TNI
- Polsek Tambusai Utara Ajak Warga di Desa Tanjung Medan Ciptakan Pilkada Damai
- AQUA dan DMI Berangkatkan Umrah bagi Khadimatul Masjid dari Enam Provinsi
- KPK Incar Pejabat BPK yang Terlibat di Kasus Korupsi Kemenhub
- PPPK Minta Regulasi Mutasi, Relokasi, dan TPP Rp 2 Juta, Berlebihankah?