KPU Dituding Membuka Peluang Dinasti Politik
jpnn.com - JAKARTA – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, surat edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menjelaskan tentang definisi petahana, berimplikasi yuridis munculnya petahana-petahana yang memiliki relasi dengan kandidat-kandidat bakal calon kepala daerah yang akan digelar di 269 daerah.
Pasalnya, Surat Edaran KPU Nomor 302/KPU/VI/2015 tersebut tidak hanya memicu langkah sejumlah kepala daerah mengundurkan diri, demi memuluskan langkah keluarganya mencalonkan diri. Bahkan menurut Donald, secara sadar surat edaran telah mengkategorikan 22 petahana yang masa jabatannya berakhir sebelum pendaftaran calon kada 26-28 Juli, tidak tergolong sebagai petahana.
“Sehingga ketika istri, anak atau saudaranya mau maju di Pilkada 2015, dapat dimungkinkan dengan surat edaran ini. Tentu ini sangat bertentangan dengan UU Pilkada yang memberi batasan terkait dengan relasi keluarga yang mau maju pilkada,” ujar Donal, Senin (22/6).
Donal menilai, kemunculan surat edaran KPU ini memutarbalikkan logika, bahwa mereka yang tergolong petahana, tidak lagi menjadi petahana kalau masa jabatannya habis sebelum 26 Juli. Kondisi ini sangat bertentangan dengan upaya pemerintah, DPR yang selama ini berjuang menekan politik dinasti.
“Menurut kami ini bahaya, karena akan membuka kran dinasti yang sudah coba dibatasi dalam UU pilkada. Selain itu akan ada polemik baru terkait legalitas siapa yang boleh mencalonkan diri maju di pilkada. Andaikata di satu waktu di Desember 2015 hasil pilkada dinyatakan bahwa si A menang, tapi punya kaitan dengan petahana, kemudian digugat kembali. Sia-sia dong KPU sudah bekerja,” ujar Donal.
Karena itu Donal bersama aktivis lain yang tergabung dalam Koalisi Kawal Pilkada Langsung, mendesak KPU menarik kembali surat edaran tersebut. Apalagi KPU dalam hal ini dinilai telah melampui kewenangannya dalam memaknai petahana.
“KPU sebaiknya menunggu putusan MK boleh atau tidaknya petahana dan irisan keluarganya maju di pilkada. Jadi saya kira dalam hal ini KPU salah tafsir. Karena kalau disebutkan mundur sebelum 26 Juli, itu bukan petahana. Lalu mereka disebut siapa,” ujar Donal.(gir/jpnn)
JAKARTA – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, surat edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menjelaskan tentang
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan
- Amplop Berlogo Rohidin Mersyah-Meriani Ikut Disita KPK, Alamak
- Tersangka Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan Bakal Dijerat Pasal Berlapis
- Waket Komisi VIII DPR-LDII Ingatkan Persoalan Kebangsaan Hadapi Tantangan Berat
- Dugaan Plagiarisme di Bawah Sumpah Ahli Kejagung, Tom Lembong Disebut Diuntungkan
- Usut Kasus Korupsi di Kalsel, KPK Panggil Ketua DPRD Supian