KPU Kini Berhak Larang Terpidana Maju di Pemilu
jpnn.com, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sejumlah ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berimplikasi cukup besar.
Paling tidak, penyelenggara kini bisa menetapkan syarat calon kepala daerah untuk Pilkada 2018 dan calon anggota legislatif untuk Pemilu 2019, bersih dari kasus hukum.
Tidak lagi seperti pada Pilkada 2017, di mana KPU terpaksa membolehkan terpidana dengan status hukuman masa percobaan maju sebagai pasangan calon kepala daerah.
Karena hasil rapat konsultasi dengan DPR ketika itu membolehkannya.
KPU tidak bisa menolak, karena Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menyatakan, keputusan hasil rapat konsultasi dengan DPR mengikat. Pasal inilah yang kemudian dibatalkan oleh MK.
"Jadi dulu itu peraturan yang dipaksakan oleh DPR karena ada kepentingan sekelompok elite. KPU ketika itu tidak setuju, tapi kan terkekang dengan frasa yang mengikat itu," ujar peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhani di Jakarta, Rabu (12/7).
Fadli menilai, KPU bisa menggunakan putusan MK yang dibacakan Senin (10/7) kemarin, sebagai alas pijak yang baik untuk memperbaiki seluruh peraturan-peraturan KPU.
Terutama yang berpotensi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi dan peraturan yang beberapa waktu yang lalu dibahas berdasarkan adanya kepentingan elite politik.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sejumlah ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berimplikasi cukup besar.
- Sah! Farhan dan Erwin Ditetapkan jadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung
- DKPP Periksa Ketua-Anggota KPU, Ini Perkaranya
- Harun Masiku ke Luar Negeri 6 Januari, Besoknya Balik Lagi
- Begini Sikap Pemerintah soal Putusan MK yang Batalkan Presidential Threshold
- KPU Sukabumi Ungkap Penyebab Turunnya Partisipasi Pemilih di Pilkada 2024
- Selama 2024, DKPP Pecat 66 Penyelenggara Pemilu