KPU: Nyapres, Menteri Bisa Mundur Mendadak
jpnn.com - JAKARTA - Izin mengundurkan diri bisa menjadi halangan bagi menteri yang hendak maju sebagai capres atau cawapres. Sebab, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2013, pengunduran diri sudah harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum masa pendaftaran capres-cawapres di KPU 18–20 Mei 2014.
Namun, aturan tersebut bisa diabaikan. KPU menganggap tidak ada batasan waktu yang tegas dalam Undang-Undang (UU) Pilpres terkait dengan status dan prosedur mundur menteri atau pejabat setingkat menteri yang akan mencalonkan diri.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan bahwa rujukan KPU dalam mengatur syarat pencalonan adalah UU 42/2008 tentang Pilpres. UU itu telah ditindaklanjuti melalui Peraturan KPU (PKPU) 15/2014 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian, KPU secara tegas mengabaikan isi PP 18/2013. ”PP itu kan ranah pemerintah. KPU merujuk pada UU Pilpres,” kata Husni di gedung KPU, Jumat (16/5).
Sesuai dengan pasal 6 ayat 1 UU Pilpres, pejabat negara yang akan mencalonkan diri wajib mundur dari jabatannya. Hal tersebut dibuktikan dengan surat keterangan. Aturan mengundurkan diri itu tidak berpatokan pada kewajiban bahwa mundurnya pejabat negara seperti menteri harus melalui surat keputusan yang dikeluarkan presiden. ”Kalau mundurnya tidak diterima, dia bisa mundur sepihak,” jelas Husni.
Komisioner KPU Sigit Pamungkas menambahkan bahwa PP 18/2013 menyebutkan, pernyataan mundur harus disampaikan paling lambat tujuh hari sebelum masa pendaftaran calon di KPU. Dalam hal ini, tentang proses pendaftaran calon yang dibuka KPU pada 18–20 Mei, ada sejumlah pihak yang memandang bahwa pejabat yang belum mengundurkan diri tidak bisa mencalonkan diri. ”Kalau kasusnya pejabat itu tahu dicalonkan sebelum batas tujuh hari, tentu bisa mundur. Tapi, bagaimana kalau tahunya setelah lewat tujuh hari itu?” ucapnya.
Menurut Sigit, aturan dalam PP 18/2013 tersebut tidak mengikat. Dalam rezim UU Pilpres, sama sekali tidak ada batasan bahwa surat mundur harus muncul tujuh hari sebelum masa pendaftaran. ”Di UU Pilpres tidak ada aturan tentang itu (batas tujuh hari, Red). Rezim pemilu diatur KPU. Kalau dia bermasalah di sana (PP), itu urusan di sana. Di penyelenggara pemilu tidak berpengaruh,” jelasnya.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menjelaskan, bila Presiden SBY belum menerbitkan surat keputusan (SK) pemberhentian atau surat izin, bakal calon kontestan pilpres dapat menyerahkan surat pernyataan diri. ”Kami (KPU) tidak mengatur harus menyerahkan SK atau izin dari presiden karena prosesnya pasti akan lama. Maka, dalam PKPU itu hanya diatur surat pernyataan diri dari yang bersangkutan,” terang dia.
Menurut Hadar, surat pernyataan mundur sudah memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dalam hal ini, surat mundur merupakan harga mati yang tidak bisa ditarik lagi.”Kalau presiden belum mengeluarkan, cukup surat keterangan saja bahwa permohonan itu sudah disampaikan dan sedang diproses. Walaupun baru diurus 18 Mei, itu tidak menjadi masalah,” tandasnya. (bay/c9/agm)
JAKARTA - Izin mengundurkan diri bisa menjadi halangan bagi menteri yang hendak maju sebagai capres atau cawapres. Sebab, sesuai dengan Peraturan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Zarof Ricar Belum Menyerahkan Uang ke Majelis Kasasi Ronald Tannur, Tetapi 1 Hakim Pernah Ditemui
- Usut Kasus Korupsi Pengadaan X-Ray Kementan, KPK Panggil Sunarto Sulai
- KPK Panggil Paman Birin
- Petani Kecil Mulai Rasakan Efek Gerakan Boikot Restoran Waralaba yang Dianggap Terafiliasi Israel
- Asyik, KAI Divre III Palembang Berikan Diskon Tiket Kereta Api Saat Libur Pilkada 2024
- Sidang Perdana Praperadilan Tom Lembong Digelar Hari Ini di PN Jaksel