KPU Perlu Wajibkan 30 Persen Durasi Iklan Kampanye untuk Perempuan

KPU Perlu Wajibkan 30 Persen Durasi Iklan Kampanye untuk Perempuan
Wakil Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Pusat Partai Buruh Indri Yulihartati. Foto: Dok. Partai Buruh

jpnn.com, JAKARTA - Negara memang tidak bisa memaksa rakyat untuk memilih calon perempuan. Hal itu bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Namun, jika kebijakan affirmative action diterapkan secara total, bukan mustahil 30 persen kursi parlemen bisa diduduki politikus perempuan.

“Untuk mewujudkan hal itu KPU bisa menetapkan aturan agar 30 persen durasi iklan kampanye wajib menampilkan figur caleg perempuan,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif/Executive Committee (EXCO) Pusat Partai Buruh Indri Yulihartati di Jakarta, Senin (17/1/2022).

Menurut Indri, kebijakan affirmative action yang ditetapkan dalam sistem politik masih belum memadai. Walaupun pengurus partai politik di tingkat pusat dan calon anggota legislatif yang diusulkan parpol sudah diwajibkan untuk menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen perempuan, tetapi hasilnya politikus perempuan di DPR RI jumlahnya belum menyentuh angka 30 persen.

“Permasalahan ini tentu harus dicarikan solusinya. Agar patriarki atau perilaku pemilih yang cenderung mengutamakan laki-laki daripada perempuan bisa diubah, maka perlu ada campur tangan dari negara. Dalam konteks Pemilu, saya kira peran itu bisa diambil oleh KPU,” ujar Indri.   

Indri menjelaskan salah satu tahapan yang menentukan keterpilihan calon itu kan tahap kampanya. Selama ini, kata dia, partai-partai politik belum memberikan kesempatan yang proporsional kepada caleg perempuannya untuk ditampilkan di hadapan publik. Misalnya dalam iklan kampanye yang ditampilkan di media arus utama.

Kondisi itu tentu saja memberi pengaruh terhadap tingkat pengenalan calon perempuan di mata pemilih. Akibatnya, popularitas caleg perempuan selalu kalah dari caleg laki-laki.

Menurut dia, dampak lanjutannya adalah tingkat penerimaan (aksebtabilitas) dan keterpilihan (elektabilitas) calon perempuan juga otomatis menciut.

Indri menilai partai-partai politik belum memberikan kesempatan yang proporsional kepada caleg perempuannya untuk ditampilkan di hadapan publik, misalnya dalam iklan kampanye.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News