Kredit Macet di LPEI, Pengamat: Pengelolaan BUMN Seharusnya Satu Pintu

Kredit Macet di LPEI, Pengamat: Pengelolaan BUMN Seharusnya Satu Pintu
Kredit macet di LPEI, pengamat: pengelolaan BUMN seharusnya satu pintu. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

"Hal itu menunjukkan bahwa kualitas pengawasan masih bermasalah. Artinya, dewan pengawas yang mewakili owner, yaitu Kemenkeu juga dianggap kurang kompeten dalam bekerja," katanya.

Atas dasar itulah, Toto menekankan agar integrasi pengelolaan BUMN di bawah satu atap harus menjadi prioritas yang harus dikerjakan.

"Ada banyak manfaat. Pertama, koordinasi untuk mendapatkan sinergi yang optimal agar dijalankan dengan lebih baik. Kedua, pola pembinaan dan pengawasan BUMN bisa dalam satu SOP sehingga penilaian dan monitoring kinerja bisa lebih terkelola dengan baik," katanya.

Kembal ke kasus LPEI, menurut Riyani Tirtoso, Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif LPEI, memburuknya kualitas kredit di lembaga yang dipimpin terjadi sebelum 2018.

"Penyebabnya sebagian besar pemberian kredit merupakan over financing," kata Riyani di Komisi XI DPR RI, Senin (1/7/2024).

Menurut dia, selain pemberian kredit yang menyalahi kemampuan debitur, LPEI juga tidak memiliki infrastruktur maupun sistem yang memberi peringatan dini akan kualitas kredit debitur. Termasuk tidak adanya unit yang khusus menangani kredit macet.

Dia menjelaskan atas kondisi ini, kualitas kredit Indonesia Eximbank mengalami pemburukan. Perinciannya, pada 2018 kredit yang diberikan mencapai Rp 108,9 triliun. Namun, kredit macet alias NPL sebesar Rp 14,9 triliun.

Selanjutnya, pada 2019 meningkat menjadi NPL Rp 22,9 triliun sedangkan kredit yang diberikan Rp 97,8 triliun.

Pengamat Ekonomi UI Toto Pranoto menilai pengelolaan BUMN seharusnya satu pintu agar kredit macet di LPEI tidak terulang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News