Kretek, Warisan Leluhur yang Wajib Dilindungi Pemerintah
jpnn.com - JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang antitembakau mendapat perlawanan dari berbagai kalangan. Peneliti keretek, Puthut EA mengatakan argumentasi pemberangusan industri rokok dengan dalih mengganggu kesehatan layak diperdebatkan.
Selama ini, publik disuguhi opini adanya penelitian yang menyatakan rokok tidak sehat. Namun, kata Puthut, itu hasil riset di luar negeri, dengan tembakau luar negeri, dan yang diteliti jelas rokok putih.
“Karena itu mari kita bikin riset rokok kretek karena ini tidak pernah dilakukan,” ujar Puthut pada saat menjadi pembicara pada diskusi yang digelar Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo) Universitas Muria Kudus (UMK) mengadakan Diskusi Publik “Kebijakan Tarif Cukai yang Rasional, Adil, dan Berorientasi National Interest” beberapa waktu lalu.
Tak kurang delapan pembicara hadir dalam diskusi tersebut, di antaranya pengamat budaya M Sobari dan staf ahli wakil Menteri Keuangan, Primanegara.
Ia meyakinkan, rokok kretek tidak perlu diberangus. Justru harus diperjuangkan sebagai heritage bangsa Indonesia. Menurut dia, kebiasaan mencampur cengkeh dan tembakau itu sudah dilakukan masyarakat sejak abad ke 18.
Namun memperjuangkan rokok kretek menjadi warisan budaya bangsa juga tidak gampang. “Pemerintah enggan memutuskan rokok kretek sebagai heritage karena dianggap kontroversial,” keluh Puthut.
Ketua Lembaga Penelitian UMK, Mamik Indaryani menambahkan, saat ini terkesan pemerintah tak peduli terhadap industri tembakau. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tercermin dari regulasi yang dihasilkan justru antitembakau seperti kenaikan cukai tiap tahun yang memukul industri.
“Kebijakan itulah yang menggerus industri tembakau,” tegasnya.
Kenaikan cukai tidak hanya membatasi pertumbuhan produksi rokok, namun juga memukul industri rokok kecil. Kenaikan cukai menjadi bagian dari biaya produksi karena itu cukai naik jelas akan mendongkrak harga.
Sementara, di sisi lain, rokok yang mereka produksi belum tentu bakal laku semua. Akibatnya, "Pabrik tutup karena kenaikan tarif cukai yang terjadi setiap tahun," tandasnya.
Ia menegaskan, kenaikan cukai dengan argumentasi kesehatan sangat tidak adil karena pastinya akan mengorbankan pihak lain yang tidak terakomodasi kepentingannya. Seharusnya, pemerintah berpikir mendorong daya saing industri tembakau bukan memberangus dengan beragam regulasi.
"Industri hasil tembakau juga berkontribusi terhadap pendapatan masyarakat, pengurangan masyarakat miskin, bahkan sebagai warisan turun temurun," tegas Mamik.
Primanegara menampik bahwa pemerintah sedang mengebiri industry rokok nasional. Menurut dia, tingginya kenaikkan cukai sekarang tidak lebih dari kebijakan pemerintah untuk menyeimbangkan kepentingan pendapatan negara, kesehatan, dan keberlangsungan industry itu sendiri.
JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang antitembakau mendapat perlawanan dari berbagai kalangan. Peneliti keretek, Puthut EA mengatakan argumentasi pemberangusan
- Lion Parcel dan Indah Logistik Bekerja Sama untuk Perkuat Infrastruktur Pengiriman
- Presiden Prabowo Saksikan Serah Terima Kepemimpinan Kaukus ASEAN – ABAC dari Indonesia ke Malaysia
- Netzme Luncurkan Sentra QRIS UMKM di Surakarta
- Prudential Syariah-UIN Syarif Hidayatullah Edukasi Tingkatkan Literasi & Inklusi Keuangan
- Pertamina Optimistis Pengembangan CCS/CCUS Berkontribusi Signifikan Mengurangi Emisi
- PNM Dorong Ekonomi Perbatasan lewat Inovasi Rumput Laut