Kriminalisasi Kontrak Migas Dianggap Hambat Investasi

Kriminalisasi Kontrak Migas Dianggap Hambat Investasi
Kriminalisasi Kontrak Migas Dianggap Hambat Investasi

jpnn.com - JAKARTA – Kriminalisasi terhadap kontrak kerjasama pengelolaan minyak dan gas bumi (migas) atau Production Sharing Contract (PSC) terbukti telah menghambat investasi. Indonesia sama sekali tidak bisa berharap adanya peningkatan produksi migas dalam kondisi sekarang ini.

Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto terkait kondisi investasi di sektor migas pada 2014. Menurutnya, kriminalisasi terhadap kontrak migas, salah satunya yang dialami karyawan dan kontraktor PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dalam kasus bioremediasi telah menjadi salah satu penghambat utama investasi di sektor migas tahun ini.

“Terbukti, sampai 2014 tidak ada investasi besar sektor migas yang masuk ke Indonesia. Para investor takut dan ragu-ragu, setelah masuk dan menanamkan modal dalam jumlah besar, kontraknya diintervensi oleh pihak lain. Yang sudah terlanjur masuk (menanamkan investasi, red) untuk sementara memilih bertahan,” ujar Pri Agung dalam keterangan persnya, Minggu (26/1).

Di sektor hulu migas Indonesia saat ini, kata Pri Agung, para investor takut dan malas masuk. Sedangkan yang sudah terlanjur masuk, hanya mau bertahan, tanpa mau menanamkan investasi lebih besar lagi. Mereka cuma melanjutkan, merawat fasilitas dan menjaga tetap berproduksi. “Kita sulit berharap investasi yang besar pasca kasus bioremediasi. Misalnya investasi yang besar untuk EOR (Enhance Oil Recovery), tidak akan terjadi,” ucapnya.

Bila kondisi ini terus berlanjut, imbuhnya, maka kita tidak bisa berharap produksi minyak nasional bisa naik sampai diatas satu juta barel per hari, seperti yang ditargetkan pemerintah. “Jangankan naik, bertahan saja sulit. Yang jelas produksi minyak akan terus turun akibat kondisi ini. Kontraktor migas yang ada hanya mau merawat lapangan, tapi takut investasi,” tandasnya.

Menurut Pri, kalau ingin produksi minyak naik, mutlak dibutuhkan investasi. Baik untuk eksplorasi maupun  untuk mengoptimalkan sumur produksi. “Mustahil produksi minyak naik tanpa investasi baru. Tapi kenyataannya sekarang, investor takut masuk,” ungkapnya.  

Dalam situasi seperti ini, kata Pri Agung, mestinya pemerintah turun tangan. Presiden harus meluruskan persoalan bioremediasi ini, agar tidak terus menghambat investasi. Tapi yang terjadi presiden hanya diam, dan tiap-tiap komponen penyelenggara negara termasuk penegak hukum jalan sendiri-sendiri. Padahal para pakar hukum telah menegaskan, bioremediasi bukan kasus korupsi.

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof DR Romli Atmasasmita, SH LLM telah menegaskan, kasus bioremediasi mutlak bukan kasus korupsi. Selain karena kegiatan pembersihan bekas minyak pada tanah itu dinaungi PSC yang masuk ranah perdata, kesalahan yang dituduhkan kepada para karyawan dan kontraktor PT CPI merupakan pelanggaran administratif.

JAKARTA – Kriminalisasi terhadap kontrak kerjasama pengelolaan minyak dan gas bumi (migas) atau Production Sharing Contract (PSC) terbukti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News