Kriminalisasi terhadap Syahril Japarin Tak Boleh Terjadi kepada Direksi BUMN Lainnya

Kriminalisasi terhadap Syahril Japarin Tak Boleh Terjadi kepada Direksi BUMN Lainnya
Ilustrasi kriminalisasi terhadap direksi BUMN. Foto: Ricardo/JPNN.com

"Terlihat majelis hakim telah mengesampingkan tempus delicti atau waktu tindak pidana dilakukan, juga mengabaikan fakta-fakta persidangan dari saksi-saksi yang dihadirkan JPU dan penasehat hukum. Direksi hanya bertanggung jawab sampai akhir masa jabatannya. Setelah digantikan, maka tanggung jawab ada pada yang menggantikan," tegasnya.

Sementara ahli hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Supardji Ahmad menyatakan ada indikasi-indikasi kriminalisasi dalam kasus yang menimpa beberapa Direksi BUMN, termasuk Syahril.

"Itu salah satu fakta yang tak bisa dipungkiri. Persoalannya adalah apa yang menyebabkan terjadinya kriminalisasi itu?" tuturnya.

Berdasarkan pengamatannya, Supardji menyebut, pertama, soal regulasi yang tidak sinkron.

"Berbagai regulasi itu membuat BUMN berada dalam posisi dilematis. Pada satu sisi dituntut produktif sebagai entitas bisnis pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat, tapi di sisi lain ada jeratan-jeratan tindak pidana korupsi," ungkapnya.

Penyebab kedua, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan keuangan BUMN adalah keuangan negara yang dikelola dengan prinsip business judgement rules.

"Tafsir putusan MK itu tidak jelas implementasinya. Ketika sudah hati-hati, sudah cermat, tidak ada konflik kepentingan, tapi mengalami kerugian, itu akhirnya juga dijerat tindak pidana korupsi," beber Supardji.

Contohnya, eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang terjerat tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009. Dia akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung (MA).

Pascasarjana Universitas Jayabaya membedah kasus dugaan korupsi yang menimpa eks Direktur Utama Perum Perindo Syahril Japarin

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News