Krisis Izin
Oleh: Dahlan Iskan
Secara beruntun memang ada dua isu nasional yang dianggap peka belakangan ini.
Pertama soal ancaman krisis energi. Pembangkit-pembangkit listrik di dalam negeri terancam mati: kekurangan batu bara.
Kalaupun bisa mendapatkan batu bara, harganya melebihi lonjakan harga minyak goreng. Itu karena harga ekspor batu bara sudah mencapai atap joglo.
Pengusaha listrik dalam negeri harus membeli batu bara dengan harga yang sama dengan pengusaha listrik di Jepang: angkat tangan. Menyerah.
PLN sendiri lantas mulai menghemat batu bara –dengan cara yang mahal: membeli gas dari LNG. Yang harganya juga lagi mahal-mahalnya.
Maka, pembangkit-pembangkit listrik ”mahal” dihidupkan dengan bahan bakar LNG yang sangat mahal, padahal kalau batu bara cukup, pembangkit jenis itu hanya dihidupkan pada jam-jam puncak: 17.00 sampai 22.00. Yakni, saat orang lebih banyak menggunakan listrik.
Pembangkit yang dihidupkan dengan LNG itu, misalnya, yang di Muara Tawar, Muara Angke, dan Tanjung Priok.
Situasi itu sangat memalukan: negeri kaya energi, terancam kekurangan energi. Maka, pemerintah buru-buru bikin keputusan: stop ekspor batu bara.
Presiden memang terlihat sensi untuk urusan itu. Pidato Waketum MUI Anwar Abbas soal itu langsung membuat Jokowi mengabaikan teks pidato.
- Dosen GPT
- Deddy PDIP Yakin Pemberedelan Pemeran Lukisan Yos Suprapto Bukan Perintah Prabowo, Lalu Siapa?
- Pemberedelan Lukisan Yos Suprapto, Bonnie PDIP Singgung Prabowo, Tidak Mungkin
- Versi Legislator PDIP, PPN 12 Persen Masih Bisa Diubah Pemerintahan Prabowo
- Jawab Tudingan, Dolfie PDIP Bilang Aturan PPN 12% Diinisiasi Pemerintahan era Jokowi
- Celeng Banteng