Krisis Rohingya: Australia Diminta Lebih Tegas Terhadap Myanmar
Nural Kobir, seorang pria beretnis Rohingya dari negara bagian Rakhine di Myanmar, mengatakan bahwa ia datang ke Perth pada tahun 2012 sebagai pengungsi setelah militer Myanmar membakar desanya.
Kobir bergabung dengan para politisi, kelompok hak asasi manusia dan pemimpin spiritual dari beberapa agama untuk menemui ratusan orang di sebuah unjuk rasa di luar Parlemen Perth akhir pekan ini.
Lebih dari 380.000 etnis Rohingya telah melintasi perbatasan ke Bangladesh dalam tiga minggu terakhir, menyusul laporan penganiayaan dan pembunuhan massal di tangan militer Myanmar.
Kampanye militer yang menurut Myanmar ditujukan untuk teroris Muslim telah disebut oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai "pembersihan etnis".
Kobir khawatir akan kesejahteraan kerabatnya di negara bagian Rakhine, dan mengatakan dua keponakannya tak terlihat sejak militer tiba di desa mereka pekan lalu.
"Mereka telah mengambil dua keponakan laki-laki saya, dan mereka telah mengambil anak-anak dari banyak orang lainnya dan kami tak tahu keberadaan mereka," ungkapnya.
"Mengapa dunia masih diam terhadap penindasan ini, mengapa pasukan keamanan tak dikirim oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa?.”
"Kami meminta semua warga Australia untuk bergabung dengan kami menyuarakan moral dan menuntut diakhirinya kekejaman ini."
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia
- Dunia Hari ini: Trump Bertemu Biden untuk Mempersiapkan Transisi Kekuasaan
- Dunia Hari Ini: Penerbangan dari Australia Dibatalkan Akibat Awan Panas Lewotobi
- Dunia Hari Ini: Tabrakan Beruntun Belasan Mobil di Tol Cipularang Menewaskan Satu Jiwa
- Korban Kecelakaan WHV di Australia Diketahui Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga di Indonesia
- Trump Menang, Urusan Imigrasi jadi Kekhawatiran Warga Indonesia di Amerika Serikat