Kritik Penjurusan SMA, P2G: Setiap 5 Tahun, Anak Indonesia Jadi Kelinci Percobaan 

Kritik Penjurusan SMA, P2G: Setiap 5 Tahun, Anak Indonesia Jadi Kelinci Percobaan 
Kemendikbudristek punya program terbaru untuk siswa SMA sederajat yang akan diberlakukan mulai tahun ini. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Sementara, untuk aspek negatif pertama, penerapan kembali jurusan IPA/IPS/Bahasa akan menghidupkan kembali kastaisasi rumpun mata pelajaran. 

Sejarah membuktikan saat penjurusan berkembang di kurikulum-kurikulum sebelumnya, jurusan IPA dinilai anaknya pintar dan pilihan, serta jadi jurusan paling favorit.

"Ada labeling bahwa anak IPA itu paling pintar, sedangkan jurusan IPS anaknya biasa saja, bahkan yang tak terpilih di IPA masuk IPS dan Bahasa, pilihan sisa, persepsi itu yang terbangun puluhan tahun," Satriwan menerangkan.

Kedua, pengkotak-kotakan IPA IPS Bahasa Tidak Relevan dengan perkembangan dunia keilmuan, dunia kerja, dan perubahan masyarakat global. llmu pengetahuan sudah bersifat multi dan interdisipliner. 

"Penjurusan tiga kelompok itu rasanya agak jadul (obsolete) akan memilah kecerdasan anak secara absolut. Padahal, setiap diri anak itu dapat punya potensi multiintelegensia, punya minat bakat yang bersifat lintas disiplin," kata Iman Zanatul Haeri, Kabid Advokasi P2G.

Ketiga, perubahan kebijakan pendidikan yang terkesan maju mundur di hampir tiap pergantian menteri pendidikan. Kebijakan yang belum menyentuh persoalan fundamental pendidikan nasional seperti: kompetensi literasi, numerasi, sains anak Indonesia yang konsisten rendah, bahkan makin buruk menurut PISA. Rendahnya rata-rata lama sekolah 8,77 tahun; 60 % SD dalam keadaan rusak,; 4 juta lebih anak tidak sekolah; upah guru honorer yang jauh di bawah UMR; biaya pendidikan yang masih mahal, dan lain sebagainya. 

"Diskontinu dalam kebijakan pendidikan dapat berakibat tidak baik, sebab acuannya bukan ke RPJPN dan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045. Menyebabkan kebingungan masyarakat, guru, siswa, dan orang tua," ungkapnya.

P2G menilai, sekali 5 tahun kebijakan pendidikan diubah-ubah sesuai selera menterinya, dan perubahan yang seolah biner atau kontras ini justru akan menghambat upaya mencerdaskan kehidupan bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Sebab, setiap 5 tahun mulai dari 0 lagi, tak ada keberlanjutan (discontinue). Lebih menyedihkannya sekali 5 tahun anak Indonesia akan selalu menjadi kelinci percobaan kebijakan pendidikan.

Penjurusan SMA, P2G menilai setiap 5 tahun, anak Indonesia selalu menjadi kelinci percobaan kebijakan pendidikan

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News