Kronologi TPDI dan Perekat Nusantara Diadang Saat Minta MPR Batalkan Pelantikan Gibran

Kronologi TPDI dan Perekat Nusantara Diadang Saat Minta MPR Batalkan Pelantikan Gibran
Sejumlah advokat yang tergabung dalam TPDI dan Perekat Nusantara, Kamis (10/10/2024), mendatangi Kompleks MPR/DPR/DPD RI di Senayan, Jakarta. Foto: source for jpnn

"Padahal kami hanya enam orang," ucap Petrus sambil menyebut lima nama selain dirinya, yakni Erick S Paat, Jemmy Mokolensang, Posma GP Siahaan, Frans R Delong, dan Ricky D Moningka.

"Itu pun pihak kami sudah mengirim surat pemberitahuan ke pihak MPR/DPD sehari sebelumnya bahwa kami akan datang ke Wakil Ketua MPR dari unsur DPD, menyampaikan aspirasi pada hari Kamis pukul 13.00 WIB," tuturnya.

Wajah Baru MPR Bopeng

Sikap dan kebijakan penanggung jawab pelayanan tamu masyarakat yang hendak menyampaikan aspirasi, terlebih menjelang sidang MPR, kata Petrus, seharusnya diprioritaskan dan dilayani dengan baik, bukan dengan cara mengadang seakan-akan tamu yang datang ke MPR/DPR/DPD hanya akan membuat kegaduhan.

"Inilah wajah bopeng MPR baru dengan kualitas rendah hasil Pemilu 2024, yang baru 10 hari bekerja tetapi sudah menutup diri dari pertisipasi masyarakat," kritik Petrus.

Padahal, kata Petrus, agenda TPDI dan Perekat Nusantara ke MPR tidak lain hanya ingin menyampaikan aspirasi dan tuntutan agar MPR mendiskualifikasi dan tidak melantik Gibran sebagai Wapres RI 2024-2029, dan tuntutan itu dibahas pada Sidang MPR, Minggu (20/10/2024), berdasarkan beberapa peristiwa dan fakta-fakta hukum yang telah, sedang dan akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan hingga Hari H pelantikan.

"Semua pihak harus menyadari bahwa MPR adalah pemegang kedaulatan rakyat sekaligus pengemban fungsi representasi rakyat. MPR bukanlah lembaga tukang stempel hasil Pemilu dan juga bukan tukang stempel putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa pilpres, melainkan memiliki kewenangan untuk menyerap aspirasi rakyat guna memberikan penilaian akhir terhadap seluruh tahapan dalam proses demokrasi yang sedang berjalan terkait pemilihan dan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI, termasuk menentukan apakah Presiden dan Wakil Presiden terpilih masih layak dan beralasan hukum untuk dilantik atau tidak," urainya.

Kejadian Tak Terduga

Menurut Petrus, jedah waktu delapan bulan pasca-Pemilu 14 Februari 2024 hingga 20 Oktober 2024 dimaksudkan oleh para pembentuk UU agar MPR memiliki waktu yang cukup untuk memantau dan mencermati hal-hal buruk apa yang bakal muncul dan apa yang sudah terjadi tetapi belum terungkap, bahkan hal-hal tertentu yang melekat dalam diri capres-cawapres terpilih, namun lolos dari proses seleksi lewat pemilu, lolos dari pantauan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lolos dari proses pemeriksaan MK, terlebih karena MK memiliki kesempatan dan wewenang yang sangat terbatas dalam pemeriksaan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).

Sejumlah advokat yang tergabung dalam TPDI dan Perekat Nusantara, Kamis (10/10/2024), mendatangi Kompleks MPR/DPR/DPD RI di Senayan, Jakarta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News