KTI Harus Isi Kekosongan Poros Maritim Jokowi
jpnn.com - JAKARTA - Keinginan pemerintahan Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia belum memperlihatkan isi, karena baru sebatas bingkai. Masih sebatas cek kosong, yang harus diisi dan diperkaya. Untuk itu, Kawasan Timur Indonesia (KTI) harus mengisi kekosongan itu sehingga poros maritim dapat memberikan manfaat.
Hal itu dikatakan Direktur Archipelago Solidarity, Engelina Pattiasina dalam sarasehan “Indonesia Sebagai Poros Maritim Berbasis Jalur Rempah”, yang digelar di Aula Rektorat Universitas Pattimura Ambon, Rabu (3/12), bekerjasama dengan Unika Atma Jaya Jakarta dan Pusat Penelitian Laut Dalam-LIPI Ambon.
“Sejak lahir, Indonesia sudah ada di poros maritim dunia, karena letaknya di antara dua benua dan dua lautan. Indonesia tidak boleh serta-merta mengikuti jalur sutera karena hal itu hanya menjadikan Indonesia unsur kecil dari sabuk ekonomi. Indonesia harus kembangkan jalur rempah sebagai jalur maritim sendiri, sehingga menguntungkan Indonesia sebagai pemain utama," kata Engelina.
Jalur rempah maritim lanjutnya, harus jadi terobosan bagi pengembangan KTI. Dia mencontohkan, betapa terpuruknya kesehatan, pendidikan dan kemiskinan di Provinsi Maluku. “Kita semua berharap, poros maritim menjadi harapan semua untuk melahirkan terobosan di KTI. Tanpa terobosan, KTI akan tetap tertinggal,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Rektor Universitas Pattimua, Profesor Thomas Pentury menjelaskan, berdasarkan data empiris, Maluku butuh pengembangan sumber daya manusia dan kelengkapan infrastruktur kelautan untuk menunjang gagasan poros maritim.
Selain itu ujarnya, di KTI terjadi disparitas atau kesenjangan luar biasa baik dari sisi ekonomi, infrastruktur dan berbagai indikator ekonomi. Disparitas ini, katanya, bukan saja terjadi antarkawasan, tetapi juga antar-daerah dalam satu provinsi. “Maluku memiliki potensi baik dari ahli kelauatan, perikanan dan maritim, yang dapat memberikan masukan yang berkaitan dengan poros maritim,” ujarnya.
Sementara Dosen IPB yang juga Dekan Ukrida Jakarta, Dr Victor Nikijuluw menambahkan, gagasan tol laut harus diintegrasikan dengan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). Kalau tidak terintegrasi, menurut Victor akan ada kemungkinan tol laut tidak efektif. “Saya kira, tol laut itu tidak bisa hanya satu atau dua arah, tetapi harus delapan penjuru mata angin. Begitu juga, Indonesia tidak boleh hanya fokus pada satu negara karena hal itu berpotensi menciptakan hegemoni secara ekonomi,” katanya.
Dia jelaskan, kontribusi bidang maritim sangat kecil (11,86 persen) jika dibandingkan dengan non-maritim sebesar 88,14 persen. Begitu juga, bidang maritim di kawasan timur hanya berkontribusi sekitar 10 persen dari seluruh kontribusi maritim secara nasional. “Jadi, jangan menganggap kontribusi kawasan timur itu besar, karena datanya sangat kecil,” ungkapnya.
JAKARTA - Keinginan pemerintahan Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia belum memperlihatkan isi, karena baru sebatas bingkai.
- Honorer Sowan ke Istana, Ada Jalan Terang untuk R2 & TMS PPPK Tahap 1
- Menko AHY: Tol Semarang-Demak Pakai 7,3 Juta Bambu untuk Mengatasi Kemacetan & Rob
- Guntur PDIP Heran KPK Ingkari Janjinya Sendiri, Padahal Warga Banyak Laporkan Jokowi
- Kepala Disnakertrans Sumsel Resmi Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Izin K3
- Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Pimpinan MPR: Tetap Waspada
- Pemkot Bandung Larang Aktivitas Cari Koin di Taman, Ini Alasannya