Kuasa Hukum Golkar Minta MK Kabulkan PHPU Dapil Papua
jpnn.com, JAKARTA - Kuasa Hukum Partai Golkar Derek Lopatty berharap majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pemohon dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Provinsi Papua.
Dalam sidang yang dimohonkan oleh Willem Frans Anasanay, kata Derek, pihak termohon yakni KPU tidak dapat membantah bukti yang didalilkan oleh pihak pemohon.
Menurutnya, dari 1.800an atau sekitar 60 persen TPS berupa formulir C1 sebagai alat bukti yang disampaikan ke mahkamah, tidak dapat dibantah pihak termohon maupun pihak terkait dalam hal ini KPU dan Partai Gerindra.
"Hari ini kami mendengar semua keterangan, tidak satu pun pihak termohon dan terkait yang membantah bukti dengan bukti. Artinya, dia tidak mengajukan bukti sebanyak TPS yang kita ajukan, kami mengajukan 1.859, tapi bukti yang disampaikan 7 atau 8 (TPS)," kata usai mengikuti sidang dengan nomor perkara 40-02-04-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Tidak hanya itu, Derek juga mempersoalkan jawaban pihak termohon dan terkait yang menjawab alat bukti pemohon bukan dengan formulir C1 di tingkat TPS melainkan penghitungan surat suara di tingkat kecamatan.
"Jawaban pihak terkait dan termohon berdasarkan hasil (perhitungan) Kecamatan. Apakah pemilihan tanggal 14 itu adalah di kecamatan atau di tingkat TPS?" tegasnya.
"Kami minta MK untuk tidak menjadikan syarat formil menjadi batas dalam rangka uji bukti, dan kami minta syarat materiil," tambahnya.
Derek juga menjelaskan permohonan yang diajukan lantaran adanya perselisihan perolehan hasil suara Partai Golkar di Papua.
Kuasa Hukum Partai Golkar Derek Lopatty berharap majelis hakim MK mengabulkan permohonan pemohon dalam sidang PHPU Provinsi Papua.
- Saat Hakim MK Cecar KPU-Bawaslu terkait Tuduhan Tanda Tangan Palsu di Pilgub Sulsel
- Hakim Pertanyakan Alfedri-Husni ke MK Padahal Petahana
- Setuju Ambang Batas Parlemen 4 Persen Dihapus, Eddy Soeparno: Bentuk Keadilan Demokrasi
- Diam-diam, Hakim MK Ini Diperiksa KPK, Ada Kasus Apa?
- Kontemplasi Menjelang 100 Hari Kabinet Merah Putih
- Yusril: Kemungkinan MK Juga Batalkan Parliamentary Threshold