Kubu Prabowo: DNI Dicabut, Rakyat Wajib Menangis
jpnn.com, JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Kardaya Wardika mengkritisi kebijakan pemerintah merelaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI).
Relaksasi tersebut merupakan salah satu kebijakan di paket kebijakan ekonomi jilid XVI yang diluncurkan pemerintah beberapa waktu lalu.
Menurut Kardaya, Daftar Negatif Investasi (DNI) awalnya diterbitkan sebagai upaya meningkatkan kemampuan nasional dan semua negara di dunia dengan caranya sendiri-sendiri selalu memperjuangkan kepentingan nasional.
"Tapi, DNI kini dicabut. Begitu dicabut, saya kira wajib rakyat Indonesia menangis. Karena tidak ada sama sekali menguntungkan bagi negara dan kesejahteraan rakyat," ujar Kardaya pada serial diskusi Topic of the Week yang mengangkat tema 'Menyoal Kebijakan Relaksasi Daftar Negatif Investasi' di kantor Seknas Prabowo-Sandi, Jakarta, Selasa (27/11).
Menurut anggota DPR Komisi XI ini, relaksasi DNI tidak sesuai dengan jiwa konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945.
"Malah ini akan mengecilkan atau menurunkan, memperlemah kemakmuran rakyat. Sama sekali tidak ada keberpihakan kepada kepentingan nasional Indonesia. Jadi yang dikeluarkan keberpihakan kepada asing," ucapnya.
Lebih parahnya lagi, kata Kardaya kemudian, kebijakan relaksasi DNI bukan untuk menarik investor, tapi pencari kerja dari negara asing.
"Saya kira ini hanya untuk mengentertain kepentingan asing. Di bidang energi misalnya, yang mau ditarik jasa pengeboran. Itu kalau menurut saya, ibaratnya dokter itu salah diagnosa," katanya.
Relaksasi DNI sama sekali tidak ada keberpihakan kepada kepentingan nasional Indonesia.
- Dikabarkan Belum Lapor LHKPN, Raffi Ahmad: Lagi Proses
- Presiden Prabowo Buka Akses Pasar Bagi Produk Asal Peru
- Mendes Yandri Meminta Desa se-Kabupaten Serang untuk Bekerja Keras
- Anggap Menteri Hukum Tak Cermat Teken Aturan, Pimpinan GPK Mengadu ke Presiden Prabowo
- Suket Dipalsukan Cawagub Papua, Pria ini buat Surat Terbuka untuk Presiden Prabowo
- Ridwan Kamil Ungkap Dapat Semangat dari Prabowo dan Jokowi Sebelum Kampanye Akbar