Kurang Semriwing, Didi Kempot Tak Bisa Nyanyikan Stasiun Balapan
jpnn.com - Meredupnya musik dengan lirik berbahasa Jawa setelah era campursari dan keroncong dangdut membuat penggiat musik tradisional ini kelabakan. Musik paling populer di Brasil, bossa nova, lantas dipilih untuk diramu dengan lirik Jawa. Lewat genre jazz nonindustri tersebut, lagu berlirik bahasa Jawa berhasil mendekati kalangan menengah, yang merasa keren bila mendengarkan jazz.
DODY BAYU PRASETYO, Semarang
SUARA lirih Dian Kusuma mendayu menimpali petikan gitar klasik, bas akustik, saksofon alto, dan piano dengan ritme yang seolah berjingkat. Seolah toleran dengan suara Dian yang hanya seperti bisikan, ketukan drum hanya didominasi suara simbal dan tom-tom serta sesekali ditimpali snare drum. Itulah bossa nova, tren baru, gaya musik ciptaan Joao Gilberto pada 1958.
Di telinga Hadi Pranoto dan Wandy Gaotama, keduanya produser dari Indo Music Record, bossa nova adalah alat untuk mengenalkan musik berlirik Jawa bagi kalangan kelas menengah yang menggemari jazz. Kebetulan, Indo Music Record adalah rumah bagi musik berlirik bahasa Jawa. Indo Music Record pula yang melambungkan Didi Prasetyo alias Didi Kempot di puncak era campursari.
”Kami ada ide buat lagu Jawa pakai bossas (singkatan bossa nova). Tapi, saya sendiri ragu, apa laku?” kata Hadi Pranoto saat ditemui di studio IMC, Jalan Jeruk Raya 12, Sompok, Peterongan, Semarang, Rabu lalu (5/2).
Bossa nova memang kental dengan irama Latin. Bahkan, dalam musik aslinya, lirik lagunya menggunakan bahasa Latin. Namun, rupanya musik yang mirip lagu pengantar tidur itu klop dengan lirik lagu-lagu yang sebelumnya dinyanyikan dalam irama campursari yang riang atau keroncong dangdut yang ingar-bingar. Hanya butuh waktu kurang dari sebulan, sepuluh lagu campursari berhasil digubah dan direkam dalam album Bossanova Jawa I pada 2003.
Meski lagu-lagu yang dinyanyikan sama seperti lagu-lagu yang dipopulerkan Didi Kempot, penyanyi kondang asal Solo itu tak dilibatkan dalam proyek album Bossanova. Suara Didi dinilai terlalu tinggi sehingga tidak cocok untuk menyanyi bossa nova yang mensyaratkan suara lirih, bening, namun tidak terlalu rendah.
”Didi Kempot belum pernah saya minta nyanyi bossas, suaranya terlalu tinggi. Yang diminta suaranya soft. Tapi kalau suaranya terlalu rendah juga tidak bagus,” terang pria kelahiran 1957 itu. Akhirnya, sejumlah penyanyi yang kurang populer dipilih untuk menyanyikan lagu-lagu tenar, seperti Layang Kangen, Mawar Biru, dan Gambang Semarang.
Meredupnya musik dengan lirik berbahasa Jawa setelah era campursari dan keroncong dangdut membuat penggiat musik tradisional ini kelabakan. Musik
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408