Kurangi Impor Terigu, Saatnya Beralih ke Sagu
jpnn.com - JAKARTA--Ketergantungan Indonesia terhadap impor terigu masih tinggi. Bahkan ada kecenderungan akan terus meningkat seiring bertambahnya konsumsi mie instan. Itu sebabnya, perlu ada upaya diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan kepada impor.
Menurut Hasyim Bintoro, pakar sagu dari Institut Pertanian Bogor (IPB), salah satu komoditas pangan yang bisa mensubstitusi terigu adalah sagu. Bagi orang-orang yang fanatik makan nasi, pati sagu ini bila dicampur dengan tepung jagung bisa menjadi beras sagu.
Beberapa keunggulan beras sagu adalah selain berbahan baku lokal, rendah kadar glikemik, kadar serat yang tinggi dan beras sagu ini juga bersifat organik (tanpa pupuk maupun pestisida).
Dari segi sosial ekonomi, pengembangan beras sagu bisa merangsang tumbuhnya industri kecil lokal sehingga menciptakan lapangan kerja dan mengurangi impor beras untuk mendukung kedaulatan pangan nasional.
"Selain bisa dijadikan nasi, sagu pun sangatlah cocok untuk dijadikan bahan dasar mie. Menurut sebuah penelitian, Indonesia merupakan negara pengonsumsi mie terbesar kedua di dunia setelah Tionghoa," kata perekayasa di Pusat Teknologi Agroindustri (PTA) – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) , Rabu (25/5).
Dia membeber data, tahun 2008 nilai impor terigu Indonesia sudah mencapai Rp 22,5 triliun. Jumlah tersebut akan terus meningkat karena tanaman gandum yang merupakan bahan baku terigu tidak bisa tumbuh di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, PTA BPPT telah melakukan pengembangan mie sagu. Hal ini patut dilakukan karena bukan hanya potensi pasar yang menjanjikan namun dengan memanfaat bahan baku lokal, Indonesia bisa mengurangi impor terigu dan menghemat devisa Negara.
Dia menambahkan, sagu memiliki kandungan karbohidrat yang sangat tinggi sehingga mie berbahan dasar sagu tidak memiliki efek negatif bagi usus. Sedangkan terigu kaya akan gizi lainnya seperti protein dan lemak yang memiliki sifat mengembang.
Sagu juga diketahui mengandung resisten starch yang bertahan lama di usus dan bisa menjadi probiotik yang berguna untuk melancarkan pencernaan. Hal ini mematahkan keyakinan masyarakat bahwa mengonsumsi terlalu banyak mie dapat berbahaya bagi usus. (esy/jpnn)
JAKARTA--Ketergantungan Indonesia terhadap impor terigu masih tinggi. Bahkan ada kecenderungan akan terus meningkat seiring bertambahnya konsumsi
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Fepto Bangkit Dalam 3 Bulan Setelah Terpuruk Finansial, Ini Rahasia Suksesnya
- Terungkap Fakta, Selama Ini Indonesia Lakukan Impor Pangan 30 Juta Ton
- Wamendag Beberkan Nominal Transaksi Harbolnas, Angkanya Bikin Melongo
- Hadiri Pembukaan Munas Dekopin, Sultan Dorong Pemerintah Perbanyak Koperasi Produksi
- Dirut PAM Jaya Sebut Tarif Air Sangat Rendah Dibandingkan dengan Komoditas Lain
- Wamenaker Beri Kabar Mengerikan soal PHK