Kursi Feodal Bertabur Puntung Rokok
Senin, 12 Desember 2011 – 08:28 WIB
Saya paham: kursi pimpinan yang berbeda mungkin dimaksudkan agar pimpinan bisa terlihat lebih berwibawa. Padahal, kewibawaan tidak memiliki hubungan dengan bentuk kursi. Susunan kursi ruang rapat seperti itu justru mencerminkan bentuk awal sebuah terorisme. Terorisme ruang rapat.
Ide-ide, jalan-jalan keluar, keterbukaan, dan transformasi kultur korporasi tidak akan lahir dari suasana rapat yang terteror. "Terorisme ruang rapat" hanya akan melahirkan turunannya: ketakutan, kebekuan, kelesuan, dan keapatisan. Bahkan, "terorisme ruang rapat" itu akan menular dan menyebar ke jenjang yang lebih bawah. Bisa-bisa seseorang yang jabatannya baru kepala cabang sudah berani minta agar kursi di ruang rapatnya dibedakan!
Tentu saya tidak akan mengeluarkan peraturan menteri mengenai susunan kursi ruang rapat. Biarlah masing-masing merenungkannya. Saat kunjungan pun, saat melihat ruang rapat seperti itu, saya tidak mengeluarkan komentar apa-apa. Juga tidak menampakkan ekspresi apa-apa. Saya memang kaget, tetapi di dalam hati.
Yang juga membuat saya kaget (di dalam hati) adalah ini: asbak. Ada asbak yang penuh puntung rokok di ruang direksi dan di ruang rapat. Ruang direksi yang begitu dingin oleh AC, yang begitu bagus dan enak, dipenuhi asap dan bau rokok.
GAJI dan fasilitas sudah tidak kalah. Kemampuan orang-orang BUMN juga sudah sama dengan swasta. Memang iklim yang memengaruhinya masih berbeda, namun
BERITA TERKAIT