Kusni Kasdut, Hikayat Bandit Revolusioner

Kusni Kasdut, Hikayat Bandit Revolusioner
Tanda tangan Kusni Kasdut. Foto: Istimewa.

Di masa revolusi mempertahankan kemerdekaan, jawara dan orang-orang yang dicap bandit oleh kolonialisme mencapai puncak kejayaan. 

Kusni Kasdut menerima tawaran itu. Dia memimpin Batalion Rampal Malang. Otomatis para pengikutnya turut bergabung dalam unit kelaskaran ini. Mereka angkat senjata, gerilya mengusir penjajah.

semua yang ada tak selalu terlihat/jarak antar saat begitu dekat/situasilah yang memaksa dan membuat kuberlari/rindukan terang/pada pekat malam kuterjang/serpihan paku, kaca dan kawat berduri/bulan tak peduli, turuti kata hati-- puisi Haru-Biru, karya Kusni Kasdut.

Penghujung 1949 perang usai. Belanda angkat kaki dari bumi pertiwi. Namun apa hendak dikata, harapan Kusni Kasdut jauh panggang dari api. Kemiskinan bukannya menjauh, malah semakin mendekapnya. Sementara perut harus diisi. Anak istri harus dinafkahi. 

“Betul senjata kita akan dilucuti?”

“Ya, pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan Re-Ra.”

“Apa itu Re-Ra?”

“Restruktrisasi dan Rasionalisasi TNI.”

Sebuah cerpen sejarah karya Wenri Wanhar* ======= LP Kalisosok, 16 Februari 1980 Dua belas penembak jitu ambil posisi. Dari dua belas bedil, hanya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News