Kusni Kasdut, Hikayat Bandit Revolusioner

Kusni Kasdut, Hikayat Bandit Revolusioner
Tanda tangan Kusni Kasdut. Foto: Istimewa.

“Hei anak muda…sini,” Kusni melambaikan tangan ke arah sejumlah pemuda yang juga asyik nongkrong di kawasan Megaria. 

“Ini uang… tolong carikan minuman. Kita minum sama-sama malam ini. Panggil itu kawan-kawanmu. Gabung kemari. Kalau belum makan, ini tambahan uang. Belikan kawan-kawanmu itu makan. Sisanya beliin rokok atau apapun lah..”

Memang begitu Kusni. Dia tak bisa menikmati kehidupan kalau orang di sekitarnya kesusahan. Tak bisa makan enak bila orang sekililingnya kelaparan. Uang tak kemana. Kebersamaan lebih menyenangkan. Uang hasil rampokan kerap dibagikannya kepada rakyat miskin; orang-orang senasib dengannya.

“Tambah lagi…tambah botol tambah seni…tambah minum tambah manis,” ujar Bir Ali yang sudah mulai tenggen.

                                              ***
 
“Ali Badjened dirampok…”

“Ali Badjened dibunuh…”

“Arab kaya raya ditembak…”
 
Di lampu merah para pengasong koran bersorak-sorak menjajakan koran. Surat kabar laris manis. Hari itu hampir seluruh surat kabar menaikkan oplah. Biasa, Robinhood beraksi lagi.  

Surat kabar harian utama Ibukota melaporkan; 

Sebuah cerpen sejarah karya Wenri Wanhar* ======= LP Kalisosok, 16 Februari 1980 Dua belas penembak jitu ambil posisi. Dari dua belas bedil, hanya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News