Kusuma Wijaya, Dosen Tamu di Singapura yang Juga Korban Peristiwa 1965
Tak Tahu Apa-Apa, Mendadak Keluarga Dikucilkan
jpnn.com - Pemutaran Senyap, film dokumenter pemenang sejumlah penghargaan, di Kantor DPC PDIP Surabaya Jalan Kapuas pada Rabu malam lalu (10/12) terasa istimewa. Ada Kusuma Wijaya, dosen tamu National University of Singapore, yang mengalami kekerasan psikologi meski keluarganya tidak tahu apa-apa.
Laporan Eko Hendri Saiful, Surabaya
SENYUM tipis Kusuma Wijaya mengembang ketika banyak pemuda datang untuk nonton bareng (nobar) film Senyap. Film yang berjudul asli The Look of Silence tersebut memang sangat menyentuh hatinya. Untuk itulah, Kusuma bersedia menjadi penggagas acara pemutaran film besutan Joshua Oppenheimer tersebut.
Film itu cukup fenomenal. Menang di banyak festival. Antara lain, Grand Jury Prize pada Venice International Film Festival, Human Rights Nights Award, dan Busan Cinephile Award untuk film dokumenter terbaik. Film itu diperkenalkan kali pertama di Indonesia oleh Komnas HAM dan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Banyak program nonton bareng di sejumlah kota. Salah satunya di Surabaya yang diprakarsai Kusuma bekerja sama dengan DPC PDIP Surabaya.
Meski memenangkan banyak penghargaan, yang disuguhkan film itu tidak terlalu istimewa. Hampir sama dengan film Oppenheimer pertama yang berjudul Jagal. Yakni, bercerita tentang para eksekutor warga sipil yang membunuh orang-orang yang terindikasi PKI pada zaman rusuh itu. Nyaris identik dengan liputan investigatif majalah nasional tahun lalu.
Hanya bedanya, Senyap diambil dari perspektif berbeda. Film tersebut lebih mengarah pada gerak langkah Adi Rukun, adik Ramli, salah seorang korban yang dibunuh dengan kejam dalam peristiwa tersebut. Tokoh Adi dalam Senyap berusaha menemui pembunuh kakaknya. Termasuk, pamannya yang bertugas sebagai penjaga penjara pada malam Ramli dibunuh. Di dalam film itu, Oppenheimer berusaha mengontraskan kekesalan Adi dengan keriangan para penjagal saat menceritakan bagaimana mereka melakukan pembantaian.
Tetapi, bagi sebagian orang seperti Kusuma, film itu seakan memutar kenangan pahit dirinya. Dia mengatakan bahwa keluarganya menjadi korban konflik horizontal. Penyebabnya sepele. Kakeknya adalah anggota karawitan. Saat itu ada yang memfitnah bahwa semua anggota karawitan adalah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ketua Lembaga Bhinneka Surabaya itu menceritakan, dulu kakeknya seorang kepala SD Gorang-gareng, Madiun. Berdasar cerita neneknya, kakeknya yang bernama Kasmadi diculik tentara saat berada di sekolah pada 1965. Keluarganya sudah berusaha mencari, namun tidak menemukannya. Sempat muncul kabar kakeknya telah dibunuh di Pabrik Gula Pagotan, Magetan.
Pemutaran Senyap, film dokumenter pemenang sejumlah penghargaan, di Kantor DPC PDIP Surabaya Jalan Kapuas pada Rabu malam lalu (10/12) terasa istimewa.
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara