KY Bakal Dalami Putusan Hakim soal Vonis 6 Tahun Harvey Moeis

KY Bakal Dalami Putusan Hakim soal Vonis 6 Tahun Harvey Moeis
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 Harvey Moeis menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/12/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym. (ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA)

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) akan mendalami putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada 2015-2022.

Anggota sekaligus Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan pendalaman tersebut dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang terjadi dalam putusan itu.

“KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan. Adapun, forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding,” kata Mukti Fajar.

KY, imbuh Mukti, menyadari vonis Harvey Moeis akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Oleh karena itu, sejak persidangan berlangsung, KY berinisiatif menurunkan tim untuk memantau persidangan.

Dia menjelaskan pemantauan persidangan dilakukan pada saat sidang menghadirkan ahli, saksi, dan saksi meringankan (a de charge). Hal itu sebagai upaya memastikan hakim menjaga imparsialitas dan independensi dalam memutus perkara.

Lebih lanjut, KY mempersilakan masyarakat untuk melapor apabila menemukan dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam perkara tersebut.

“Namun, KY meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses,” tuturnya.

Sebelumnya, Senin (23/12), majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat memvonis Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan karena terbukti bersalah melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan pendalaman tersebut dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News