Laba Bank Pelat Merah Merekah
jpnn.com - JAKARTA - Perbankan pelat merah masih mencatat kinerja cemerlang di tengah kebijakan pengetatan likuiditas oleh bank sentral. Mayoritas bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencetak pertumbuhan laba yang signifikan pada semester pertama tahun ini.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk (BNI) Gatot M. Suwondo mengatakan, per semester pertama 2014, BNI mengantongi laba sebesar Rp 4,94 triliun, atau meningkat 15,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on yer/yoy) sebesar Rp 4,28 triliun.
Peningkatan laba bersih tersebut ditunjang oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang naik 20,9 persen (yoy) menjadi Rp 10,8 triliun dan Rp 8,9 triliun. Di samping itu, pendapatan non bunga (fee based income/FBI) juga melesat 5,4 persen (yoy) dari Rp 4,56 triliun menjadi Rp 4,8 triliun.
"Kami perkirakan tahun ini (laba) bisa tumbuh double digit," ungkap Gatot pada pemaparan kinerja semester pertama di Kantor Pusat BNI, kemarin (24/7).
Proyeksi yang optimistis tersebut mengingat pada 2010 silam, BNI melakukan secondary offering dan menerima modal tambahan sebesar Rp 10 triliun. Sesuai dengan penghitungan, ia memaparkan, BNI akan membukukan keuntungan 10 kali lipat dalam lima tahun pasca secondary offering. Pertumbuhan laba double digit bakal terjadi pada tahun ini.
Selain itu, peningkatan pendapatan bunga bersih didorong atas kinerja penyaluran kredit BNI yang mencapai Rp 257,53 triliun, atau naik 15,7 persen (yoy) dari Rp 222,65 triliun.
"Namun demikian, di tengah pengetatan likuiditas, kami masih membukukan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 19,1 peraen. Lebih tinggi dari pertumbuhan perbankn nasional yang 12,4 persen," terangnya.
Sementara itu, PT Bank Mandiri (persero) Tbk membukukan laba bersih Rp 9,6 triliun pada kuartal kedua 2014, tumbuh 15,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 8,3 triliun. Pertumbuhan laba tersebut didorong terutama oleh kenaikan pendapatan bunga bersih 17,6 persen menjadi Rp19,4 triliun serta pertumbuhan pendapatan atas jasa (fee based income) sebesar 11,5 persen menjadi Rp 7,3 triliun.