Lagu Baru untuk Hatta Rajasa

Lagu Baru untuk Hatta Rajasa
Lagu Baru untuk Hatta Rajasa
Pertumbuhan ekonomi memang pernah mencapai 7% di era Orde Baru sampai Indonesia dipuja-puji sebagai “Macan dari Asia.” Namun sudah menjadi fakta pula bahwa pertumbuhan yang sukses itu juga menuai multikesenjangan antara wilayah Barat-Timur, Kota-Desa, sektor padat modat-padat karya, pengusaha kuat-lemah dan sebagainya.

Harapan trickle effect down, menetes setelah bertumbuh, hanya ada dalam teori. Nyatanya, rezim ekonomi konglomerasi bertumbuh, tapi banyak rakyat yang tetap miskin dan papa.

Nah, ibarat pepatah, kakek tak mau kehilangan tongkat dua kali. Dalam bahasa metafora pula, jangan sampai terjadi efek “kanibalis.” Istilah untuk melukiskan betapa selama ini program ekonomi dapat berefek buruk dan menimbulkan masalah sosial, hukum dan keamanan. Mengejar pertumbuhan terlalu bergairah, tapi muncul side effect di bidang sosial, hukum dan keamanan.

Apabila dilihat di lapangan, kerap terjadi bagaimana lahan pertanian dan hutan konservasi menciut setelah investasi lahan sawit dan industri kayu berlangsung besar-besaran. Dibarengi pula pembangunan lapangan golf dan property. Akibatnya, produksi pangan berkurang, lingkungan terusik, banjir tiba, petani urbanisasi dan menjadi buruh pabrik atau menganggur di kota yang kian padat. Giliran berikut muncul efek kriminalitas.

LAGU lama. Nyanyian itulah yang terdengar selama dua hari Rembuk Nasional, 29-30 Oktober 2009 lalu yang diprakarsai Menko Perekonomian, Hatta Rajasa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News