Lahan Gambut Harusnya Bermanfaat untuk Warga
Berbeda dengan Sony dan Suradiputra, Suraya Afif secara serius mengomentari hasil kajian LPEM Universitas Indonesia (UI) yang menyebut PP 71 tahun 2014 Jo PP 57 tahun 2016 soal ekosistem gambut merugikan dunia usaha Rp 76 triliun.
Menurutnya, kajian LPEM UI kekurangan review dan tidak netral.
“Kelihatan sekali keberpihakan terhadap pengusaha,” kata Suraya.
“Sebelum PP 71 keluar, pemerintah sudah mengeluarkan Keppres No 32 tahun 1990 tentang kawasan hutan lindung. Anehnya, kajian LPEM UI tidak me-review produk hukum ini.
Dia juga mengkritisi hutan tanaman industri, dengan menyebutnya sebagai penyumbang cost paling besar dibanding keuntungan yang diperoleh.
Land clearing, misalnya, menyebabkan hilangnnya keanekaragaman hayati. Belum lagi kebakaran hutan yang menimbulkan multiplier effect cost.
“Yang juga aneh tidak ada riset jangka panjang tentang efek biaya berkelanjutan akibat kebakaran hutan,” katanya.
Sementara itu, Iwan Gunawan mengatakan setiap bencana menyebabkan gangguan pertumbuhan ekonomi.
Bencana kebakaran hutan, menurutnya, berdampak pada ketidakseimbangan, gangguan terhadap prospek pembangunan, dan defisit yang harus ditutupi tidak cukup satu tahun anggaran.
Konversi lahan gambut akan menghilangkan nilai ekonomi lahan gambut yang seharusnya untuk masyarakat.
- APP Group Tunjukkan Komitmennya terhadap Pelestarian Lahan Gambut di COP 29 Azerbaijan
- Kapolres Inhil AKBP Budi Setiawan Ikut Berjibaku Padamkan Karhutla di Lahan Gambut
- Personel Polres Inhu Berjibaku Padamkan Karhutla Seluas 311 Hektare di Sungai Guntung
- 4 Hektare Lahan Gambut di Sungai Rengit Banyuasin Terbakar
- BRGM Sudah Restorasi Gambut Seluas 1,8 Juta Hektare, Alhamdulillah
- KLHK Gelar Diskusi Pembaruan Metode Perhitungan Emisi dan Pengurangan GRK dari Lahan Gambut