LAKPESDAM-PBNU: Fakta, Komoditas Tembakau Menghidupi Petani

Hanya saja masih banyak pihak yang beranggapan bahwa mata rantai pertanian tembakau berdiri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh berbagai regulasi yang mengatur industri hilirnya.
Menganalisa hal tersebut, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-PBNU) membuktikan seluruh regulasi yang diterapkan pada sisi hilir industri saling berhubungan dengan seluruh mata rantai Industri Tembakau termasuk petani.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sejak akhir 2020 tersebut, Lakpesdam PBNU menolak tegas salah satu isu yang tengah ramai menjadi polemik di masyarakat IHT, yaitu rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012, tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan karena dinilai merugikan petani tembakau.
“Ini bukan sekadar reaksi tidak setuju, tapi kami memberikan pandangan berdasarkan riset. Kebijakan ini jelas merugikan petani,” ujar Ichwan.
Dia menjelaskan wacana revisi PP 109/2012 ini hanya dilihat dari perspektif kesehatan tanpa memperhatikan kesejahteraan ekonomi petani tembakau.
Kebijakan ini seolah melihat semua masalah kesehatan disebabkan oleh rokok sehingga dinilai perlu membatasi produk tembakau.
Padahal menurutnya, ketika berbicara kesehatan, ada produk-produk lainnya yang juga memiliki risiko.
“Statistik yang meninggal karena makanan manis dan berlemak lebih banyak dibandingkan rokok, tapi pemerintah tidak pernah menunjukan itu. Harusnya berpikir secara adil dan tidak digeneralisasi,” kata Ichwan.(chi/jpnn)
Tembakau merupakan komoditas yang menguntungkan bagi petani, terutama di daerah yang cenderung kering.
Redaktur & Reporter : Yessy
- Gegara Membawa Sabu-Sabu, Petani Ditangkap Polres Flores Timur
- Mentan: Pengamat Rugikan Negara Rp5 Miliar Bukan Sosok Asing, Guru Besar
- Edukasi Penggunaan Produk Tembakau Alternatif Penting Dilakukan
- Bea Cukai Malang Ajak Satlinmas dan Masyarakat Gempur Rokok Ilegal Lewat Kegiatan Ini
- Eks Direktur WHO Sebut 3 Faktor Penghambat Turunnya Prevalensi Merokok di Indonesia
- Tembus 1 Juta Ton, Bulog Tetap Optimalisasi Penyerapan Panen Raya 2025