Lansia LGBT di Australia Takut Tinggal di Panti Jompo

Kategori tersebut menempati hampir seperempat tempat perawatan lansia di Australia.
"Banyaknya jumlah penyedia panti jompo dengan latar belakang keagamaan menambah rasa takut, tanpa peduli seberapa inklusifnya, karena menurut sejarah, agama dan lembaga keagamaan adalah bagian dari masalah," kata Claire.
Masa percobaan dua minggu di 'Elizabeth Lodge' bagi Geoffrey telah meyakinkannya untuk tinggal selama bertahun-tahun di tempat tersebut hingga hari ini.
"Saya tidak khawatir sama sekali karena orang-orangnya baik. Mereka juga murah hati dan juga adalah manusia biasa," katanya.
Namun ia yakin masih ada pria gay lainnya yang tidak berani terbuka soal orientasi seksual mereka di panti jompo itu.
"Ada yang ketakutan ... tidak mau berbicara pada saya karena mungkin saya bisa membuka identitas mereka. Saya tahu beberapa orang yang seperti ini," katanya.
'Harus terus menerus melela'
Di Melbourne, Toni Paynter yang berusia 78 tahun tinggal sendiri di rumahnya. Ia menerima bantuan dari paket layanan rumah yang disediakan negara.
Toni yang berhenti menjalani kehidupan sebagai pria sejak 15 tahun yang lalu merasa sangat bebas, terutama karena ia sudah makmur secara keuangan.
Geoffrey Ostling, lansia LGBT di Australia menceritakan pengalamannya tinggal di panti jompo negara tersebut
- Hasil Babak Grup Piala Asia U-17 2025: Indonesia dan Uzbekistan Digdaya, Australia Apes
- Kampanye Pemilu di Australia: Jarang Ada Spanduk, Lebih Menjual Kebijakan
- Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Australia Akhir Tahun Ini
- Dunia Hari Ini: Tiongkok Akan 'Melawan' Tarif yang Diberlakukan Trump
- Dunia Hari Ini: Serangan Israel Tewaskan 32 Warga Gaza dalam Semalam
- Dunia Hari Ini: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Diturunkan dari Jabatannya