Larang Warga Sipil Miliki Senjata Api, Modal Kuat Australia Hadapi Ancaman Teror
Minggu, 22 November 2015 – 16:46 WIB
Keenan mengatakan Abbott dan Turnbull mengekspresikan diri mereka secara berbeda, tetapi tujuan kebijakannya tetap sama". "Kepentingan Australia tetap sama," katanya.
Komentar Keenan ini merupakan respon terhadap berita yang menyebutkan Perdana Menteri Malcolm Turnbull yang mendukung pernyataan para pemimpin di Forum KTT Asia Timur dalam melawan ekstremisme kekerasan dengan Malaysia dan Korea, sebagai bagian dari upaya Australia untuk meningkatkan kerjasama dengan mitra regionalnya dalam memerangi terorisme. Australia tercatat sebagai negara yang sukses mengkontrol senjata api di masyarakatnya dan bahkan sukses menghilangkan kasus penembakan massal sejak 1996. Kasus penembakan massal di Australia terjadi pada 28 April 1996, dimana Martin Bryant, pria berusia 28 tahun melakukan penembakan dan pembunuhan massal yang menewaskan 35 orang di Port Arthur, Tasmania. Insiden inil melatarbelakangi di berlakukannya UU Pelarangan Senjata Api bagi Masyarakat Sipil. Semenjak saat itu, pembunuhan massal dengan senjata api di Australia tidak terjadi lagi. Hingga insiden 15 Desember 2014, di sebuah Kafe Lindt di kawasan sibuk Martin Place, Sidney yang dilakukan Man Haron Monis, seorang pria keturunan kelahiran Iran, menyandera 17 orang dan menembak mati 2 sandera diantaranya. Insiden ini menyebabkan Gubernur NSW menetapkan siapapun yang melakukan insiden serupa, termasuk kepemilikan senjata api ilegal tidak akan mendapat kesempatan banding.
Komentar Keenan ini merupakan respon terhadap berita yang menyebutkan Perdana Menteri Malcolm Turnbull yang mendukung pernyataan para pemimpin di Forum KTT Asia Timur dalam melawan ekstremisme kekerasan dengan Malaysia dan Korea, sebagai bagian dari upaya Australia untuk meningkatkan kerjasama dengan mitra regionalnya dalam memerangi terorisme. Australia tercatat sebagai negara yang sukses mengkontrol senjata api di masyarakatnya dan bahkan sukses menghilangkan kasus penembakan massal sejak 1996. Kasus penembakan massal di Australia terjadi pada 28 April 1996, dimana Martin Bryant, pria berusia 28 tahun melakukan penembakan dan pembunuhan massal yang menewaskan 35 orang di Port Arthur, Tasmania. Insiden inil melatarbelakangi di berlakukannya UU Pelarangan Senjata Api bagi Masyarakat Sipil. Semenjak saat itu, pembunuhan massal dengan senjata api di Australia tidak terjadi lagi. Hingga insiden 15 Desember 2014, di sebuah Kafe Lindt di kawasan sibuk Martin Place, Sidney yang dilakukan Man Haron Monis, seorang pria keturunan kelahiran Iran, menyandera 17 orang dan menembak mati 2 sandera diantaranya. Insiden ini menyebabkan Gubernur NSW menetapkan siapapun yang melakukan insiden serupa, termasuk kepemilikan senjata api ilegal tidak akan mendapat kesempatan banding.
Menteri Kehakiman Federal, Michael Keenan mengatakan Undang-Undang mengenai kepemilikan senjata yang ketat dan keragaman di Australia membuat kecil
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia
- Dunia Hari ini: Trump Bertemu Biden untuk Mempersiapkan Transisi Kekuasaan
- Dunia Hari Ini: Penerbangan dari Australia Dibatalkan Akibat Awan Panas Lewotobi
- Dunia Hari Ini: Tabrakan Beruntun Belasan Mobil di Tol Cipularang Menewaskan Satu Jiwa
- Korban Kecelakaan WHV di Australia Diketahui Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga di Indonesia
- Trump Menang, Urusan Imigrasi jadi Kekhawatiran Warga Indonesia di Amerika Serikat