Larangan Umumkan Quick Count Digugat
Selasa, 10 Februari 2009 – 08:19 WIB
Menurut Denny, larangan untuk memublikasikan hasil survei pada masa tenang melanggar kebebasan akademik. Para pembuat undang-undang hanya melihat survei sebagai bentuk eksploitasi kepada pemilih. "Padahal, banyak survei edukasi yang bisa memberikan bantuan kepada pemilih," jelas direktur eksekutif Lingkaran Survei Indonesia tersebut.
Baca Juga:
Sementara itu, untuk larangan quick count saat hari H, Denny menilai itu merupakan upaya untuk mematikan lembaga survei. Jika berkaca pada pengalaman pemilu AS, hasil survei bisa diakses sangat cepat. Kebutuhan pemilih untuk mendapatkan akses data yang cepat juga akan terhambat karena larangan tersebut.
"Di Amerika, satu detik setelah penutupan TPS, semua bisa diakses. Dunia juga bisa mengakses dua jam kemudian," ujarnya. Dia menambahkan, alasan adanya konflik saat pengumuman hasil survei selama ini tidak terbukti.
Kuasa hukum AROPI Andi M. Asrun menyatakan, selain uji materiil di MK, pihaknya akan mengajukan uji materiil di Mahkamah Agung. Yang akan didaftarkan di MA adalah gugatan uji materiil Peraturan KPU No 40 Tahun 2008. Pasal 10 hingga 12 aturan tersebut merupakan turunan dari pasal 245 UU Pemilu. "Kami meminta peraturan KPU itu ditetapkan dalam status quo," ungkap Asrun.
JAKARTA- Penggugat UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 bertambah panjang. Kali ini, Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) mengajukan judicial review
BERITA TERKAIT
- Geram dengan KPK, Megawati: Siapa yang Memanggil Kamu Hasto?
- Setelah Sengketa Pilpres 2024, MK Bersiap Menyidangkan PHPU Pileg
- Apresiasi Putusan MK, AHY: Pimpinan Hadapi Tekanan dan Beban Luar Biasa
- MK Anggap Tidak Ada Keberpihakan Presiden terhadap Prabowo-Gibran
- KPU Bakal Umumkan Hasil Rekapitulasi Setelah Waktu Berbuka
- KPU Upayakan Rekapitulasi Nasional Rampung Sebelum 20 Maret