LDII Ajak Masyarakat Manfaatkan Medsos Sebagai Pusat Informasi yang Mendidik
jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP LDII Rulli Kuswahyudi mengomentari fenomena media massa, yang terus menjadi pengamatan para pakar komunikasi di media sosial.
Dia mencontohkan, bila dulu terdapat kajian televisi dan koran menjadi guru atau acuan, kini media sosial mengambil alih posisi tersebut.
Sebagai ruang publik, media sosial banyak sampahnya ketimbang mengedukasi.
“Media massa dengan segala bias atau ketidaknetralannya, masih menggunakan metode verifikasi, cek ricek dan liputan dua sisi. Sementara media sosial, semua boleh bicara seolah-olah semuanya pakar. Bisa saja anak SMP habis baca sesuatu di medsos, mendebat seorang profesor,” ujar Rulli.
Persoalan utama, sebagai ruang publik, media sosial sangat demokratis sekaligus sangat liberal.
Sementara pada sisi lain, kontrol dari pemerintah berupa Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Di lain sisi ada pembatasan kebebasan berekspresi yang menurunkan kualitas demokrasi, namun di sisi lain bila tidak dikontrol akan membahayakan keutuhan bangsa,” jelas Rulli.
Lalu bagaimana solusinya?
Mereka yang netral dan kritis bila terus menerus dirundung atau di-bully, akhirnya bakal diam. Bila mereka diam, siapa yang rugi?
- Makin Mudah Bangun Loyalitas Pelanggan dengan OCA
- Minim Popularitas, Paslon 03 Hadapi Tantangan Menjelang Hari Pencoblosan
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia
- Oknum Komdigi Terlibat Judol, Ormas Islam Ini Singgung Akhlak dalam Perekrutan ASN
- Warga LDII Diminta Netral, Bijak Menggunakan Hak Pilih di Pilkada
- Bedah Buku: Dosen Doktoral IPB Pastikan Teori-Teori Komunikasi Pembangunan Sudah On The Track