Lebanon Hadapi Hiperinflasi, Harga Barang Naik hingga 300 Persen

jpnn.com, LEBANON - Krisis besar boleh jadi bisa dihadapi Lebanon sejak dilanda perang saudara, tetapi tidak ketika nilai tukar mata uang negara jatuh dan diperparah pandemi corona.
Menurut ekonom Universitas Johns Hopkins, Prof Steve H. Hanke bahwa Lebanon sekarang menjadi negara pertama di Timur Tengah dan Afrika Utara yang menghadapi hiperinflasi.
Di mana, tingkat inflasinya melebihi 50 persen selama 30 hari berturut-turut, lansir ABC News.
Kenaikan tajam harga barang dan jasa semakin mendorong negara itu terperosok ke dalam krisis.
Inflasi tinggi berarti harga barang makin tidak terjangkau.
"Kami mulai menerima pesan dari orang-orang berpendidikan... Mengirim email kepada kami hanya untuk bantuan," kata Soha Zaiter, executive manager of the Lebanese Food Bank (Bank Makanan Lebanon).
Tidak ada kelas menengah lagi di Lebanon, lanjut Soha.
Sedangkan menurut ekonom Lebanon Roy Badaro, negara saat ini sangat bergantung pada impor, yang merupakan 60 persen dari barang-barang yang dikonsumsi.
Krisis besar boleh jadi bisa dihadapi Lebanon sejak dilanda perang saudara, tetapi tidak ketika nilai tukar mata uang negara jatuh dan diperparah pandemi corona.
- Info Terbaru Gempa Myanmar, Jumlah Korban dan yang Hilang
- Indonesia Pastikan Siap Membantu Myanmar dan Thailand Menangani Dampak Pasca-Gempa Bumi
- Gempa Myanmar, Korban Tewas Mencapai 1.644
- Donald Trump Makin Berniat Mencaplok Greenland
- Presiden Macron: Serangan Israel di Beirut Tak Dapat Diterima
- UNHCR Khawatirkan Nasib Jutaan Pengungsi Terdampak Efisiensi Anggaran