Lebaran di Rumah Sakit
Oleh Dahlan Iskan
Begitu penuh halaman rumah sakit itu. Begitu disiplin jamaahnya: setia mendengarkan khotbah sampai selesai.
Usai khotbah tinggal masuk lobi. Belok kanan. Tiba di ruang perawatan istri saya. Berbaris. Siap sungkeman.
Saya duduk di atas tempat tidur. Di sebelah istri saya. Adik-adik istri, anak-anak, menantu, cucu-cucu antri sungkem: bermaafan lahir batin.
Lalu gantian. Para suami sungkem ke istri. Ganti suami minta maaf ke istri. Itu tradisi keluarga kami. Suami pun banyak salahnya. Kenapa hanya para istri yang sungkem ke suami.
Di ruang perawatan itu pula kami pesta tahunan: soto banjar. Dan buras.
Istri saya sudah mengajari adiknya: bagaimana bikin soto banjar yang enak. Soto banjar Bu Dahlan ‘terenak di dunia’. Itu kata saya. Dengan sangat bangganya. Dan subjektifnya.
Sedangkan ‘buras Bu Dahlan’ tanpa subjektif: pasti paling sedap. Tidak ada bandingannya. Tidak ada yang jual soalnya.
Bikin buras itu rumit: beras ditanak setengah matang. Lalu diberi santan. Dibungkus daun pisang. Sebesar tempe. Diikat seperti pocong. Dikukus.