Legislator Curigai Sarat Kepentingan Politik
Rabu, 10 Agustus 2011 – 07:18 WIB
Secara terpisah Ketua Masyarakat Profesional Madani, Ismed Hasan Putro, menegaskan, dalam satu perjanjian bisnis harus ada keseimbangan di antara pihak-pihak yang terkait. "Tidak boleh ada pihak yang mendapat keuntungan besar sementara pihak lainnya menderita kerugian besar," ujarnya.
Karenanya, dia menambahkan, prinsip akuntabilitas dan transparansi harus dikedepankan dalam berbagai proses bisnis itu, apalagi jika sudah terkait pula dengan uang-uang negara yang ada di BUMN.
Sesuai "term of sheet" restrukturisasi utang TPPI yang ditandatangani pada 9 Mei 2011 lalu, proses tersebut mencakup sejumlah hal, antara lain, Pertamina dipaksa membeli elpiji dan bensin (mogas) dari TPPI selama 10 tahun. Dalam transaksi elpiji dengan volume pembelian 7,1 juta ton selama 10 tahun, maka kerugian Pertamina mencapai USD 1,02 miliar. Sebab, TPPI mengharuskan Pertamina membeli elpiji dengan asumsi harga penawaran sebesar harga kontrak (contract price/CP) Aramco plus USD 150.
Padahal Pertamina hanya menghendaki harga pembelian elpiji dari TPPI sebesar harga patokan CP Aramco plus 0 dolar AS per ton. Alhasil terdapat terdapat "potential lost" sebesar USD 150 per ton yang diderita Pertamina. Di sisi lain, harga elpiji yang diminta Pertamina tersebut sudah sesuai dokumen penilaian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tertanggal 8 Juli 2011.
JAKARTA - Rencana restrukturisasi utang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) terus dipertanyakan kalangan DPR. Kemarin, anggota
BERITA TERKAIT
- Partai Garda Punya Logo Baru, Ahmad Ridha Sabana Ungkap Maknanya
- Afriansyah Noor Tegaskan Siap Maju jadi Caketum PBB, Singgung Nama Yusril
- Menjelang Muktamar PBB, Bang Ferry Diunggulkan Jadi Ketua Umum
- Jokowi Ucapkan Selamat Ultah ke-52 PDIP, Darmizal: Sikap Terpuji, Patut Jadi Contoh
- Ikhtiar Taruna Merah Putih Memikat Anak Muda Melalui Logo Baru
- DPR Mendukung Pemerintah untuk Tingkatkan Produksi Garam Lokal