Legislator Gerindra Curiga Ada yang Ingin Menjerumuskan Jokowi
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menduga ada pihak-pihak yang ingin menjerumuskan Presiden Jokowi di tengah kesibukannya memikirkan kondisi negara di tengah pandemi virus corona.
Hal ini disampaikan Hergun -sapaan Heri Gunawan- setelah mencermati berbagai langkah dan kebijakan yang ditempuh pemerintah di tengah penyebaran Covid-19 yang makin merajalela dan jumlah pasien positif terinfeksi terus meningkat signifikan.
"Setelah Perppu 1/2020 yang penuh kontroversial karena mirip-mirip omnibus law gaya baru, kini pemerintah memproduksi Perpres yang tidak kalah kontroversialnya yakni Perpres 54/2020 tentang Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020," kata Hergun dalam keterangannya, Jumat (10/4).
Secara garis besarnya, Perpres 54/2020 telah mengubah target penerimaan negara menjadi Rp1.760,9 triliun, nilai itu turun Rp472,3 triliun dari target awal penerimaan negara sebelumnya sebesar Rp2.233,2 triliun. Angka tersebut terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp1.462,6 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp297,8 triliun sebelumnya Rp366,9 miliar, dan penerimaan hibah sebesar Rp498 miliar.
Sementara itu, untuk alokasi belanja negara meningkat Rp73 triliun dari sebelumnya Rp2.540,4 triliun menjadi sebesar Rp2.613,8 triliun. Adapun dalam Perpres disebutkan belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.851 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 761,7 triliun. Nantinya pembiayaan anggaran akan melalui pembiayaan utang, pemberian pinjaman, kewajiban pinjaman, dan pembiayaan lainnya.
Defisit anggaran yang tadinya hanya 1,76 persen diubah menjadi 5,07 persen. Total utang yang tadinya hanya Rp. 307,2 triliun berubah menjadi Rp. 852,93 triliun. Selain itu, defisit keseimbangan primer juga akan meningkat dari Rp12 triliun menjadi Rp517,7 triliun," jelas politikus Gerindra ini.
"Di dalam Perpres tersebut menurutnya dicantumkan dasar hukum pembuatannya adalah Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 dan Perppu 1/2020. Dari sini dapat disimpulkan tampaknya pemerintah ingin mengebut sendiri dengan mengabaikan rambu-rambu hukum. Main terabas!" tegas wakil ketua Fraksi Gerindra ini.
Dia kemudian mengutip bunyi Pasal 4 ayat 1 UUD 1945, yakni "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar." Jika hanya membaca ketentuan ini, kata Hergun, maka Presiden bisa melalukan apa saja. Presiden seperti raja. Ucapan presiden adalah hukum.
"Kami menilai dari segi positifnya saja. Mungkin orang-orang di lingkaran presiden-lah yang ingin menjerumuskan presiden menjadi sosok penguasa tunggal. Presiden dalam hal ini mengikuti saja karena sedang sibuk memikirkan kondisi negara yang makin genting," sambung sekretaris Fraksi Gerindra di MPR RI ini.
Sayangnya, lanjut Hergun, Presiden mungkin lupa bahwa Indonesia menganut pemisahan kekuasaan. Ada kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden. Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR dan kekuasaan yudikatif oleh MA/MK.
Dalam pembuatan Perpres 54/2020, kata dia, pemerintah semestinya jangan hanya membaca Pasal 4 ayat 1 UUD 1945. Tetapi juga membaca Pasal 20a ayat 1 dan Pasal 23 ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi; "Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan."
Sementara Pasal 23 ayat 1 berbunyi "Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."
Dari situ jelas terlihat bahwa menurut aturan main konstitusi, yang berkaitan dengan APBN harus melibatkan DPR. Pasal 20a ayat 1 menyatakan DPR memiliki fungsi anggaran. Fungsi tersebut diperkuat dengan Pasal 23. Maka, Pasal 4 UUD 1945 tidak tepat dijadikan dasar hukum membuat Perpres 54/2020.
"Jika itu dipaksakan, pemerintah juga bisa dianggap melakukan pengebirian terhadap hak konstitusional DPR terkait penganggaran," ucap legislator Dapil Jawa Barat IV ini.
Kemudian, mencermati dasar hukum penerbitan Perpres 54 yang kedua, yakni Perppu 1/2020, sangat berlebihan jika hanya selevel Perppu sudah dijadikan dasar hukum mengubah postur APBN. Sebab, Perppu masih harus meminta persetujuan DPR.
"Jika DPR menolak, maka Perppu akan batal dengan sendirinya. Jika Perppu batal maka Perpres juga batal. Maka segala yang sudah diputuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah akan kehilangan pijakan hukum," katanya mengingatkan.
Maka solusinya, tambah politikus asal Sukabumi ini, jika pemerintah ingin mengubah APBN, Presiden cukup mengajukan perubahan APBN ke DPR. Kemudian legislatif bersama eksekutif akan membahas revisi UU 20 tahun 2019 tentang APBN tahun Anggaran 2020.
"Sangat mudah, tidak melanggar konstitusi dan akan menjadi pijakan yang sangat kuat bagi pemerintah untuk melakukan upaya penanggulangan covid-19. Itulah wujud demokrasi. Jangan cuma mau nikmatnya Demokrasi tapi menolak beban yang mesti ditanggung di dalamnya," tandas Hergun.(fat/jpnn)
Legislator Gerindra ini menduga ada pihak-pihak yang ingin menjerumuskan Presiden Jokowi di tengah kesibukannya memikirkan kondisi negara saat pandemi virus corona.
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam
- Perdana di Era Prabowo, Pameran Lukisan Tunggal Seniman Kawakan Ini Diberedel
- Deddy Tidak Membantah Upaya Jokowi Mau Mengobok-Obok PDIP Mengganti Hasto
- Jokowi Wariskan Masalah Birokrasi, Prabowo Harus Bertindak Lebih Berani
- NasDem Mau Ajak Jokowi Bergabung? Willy Singgung Kenyamanan Pundak Surya Paloh
- Jokowi Dipecat PDIP, Golkar Siap Menampung
- Dipecat PDIP, Gibran Merespons