Lelang Gula Rafinasi Justru Menimbulkan Intransparansi
jpnn.com, JAKARTA - Rencana pemerintah, terutama Kementerian Perdagangan, menerapkan sistem lelang gula rafinasi terus menuai kritikan.
Direktur Institute for Development Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai pemerintah tak perlu menerapkan aturan tersebut. Menurutnya, mekanisme lelang tidak akan menyelesaikan persoalan.
Ihwal dalih Kementerian Perdagangan yang menyatakan penerapan lelang untuk menciptakan transparansi, Enny menilai sebaliknya. “Cara ini (lelang gula rafinasi) justru tidak akan menjadi transparan,” katanya di Jakarta.
Karena itu, Enny mengimbau pemerintah untuk mengembalikan distribusi gula ke produsen langsung. Jika gula rafinasi dilelang, dia melanjutkan, “bagaimana mengidentifikasinya?”
Enny mengingatkan, skema lelang justru membuat industri kecil tak memiliki akses untuk membeli gula rafinasi. Pasalnya, penjualan gula rafinasi melalui skema lelang paling kecil 1 ton.
Alhasil, para pelaku industri kecil yang tak memerlukan jumlah sebesar itu, atau tidak memiliki kemampuan finansial untuk mengikuti sarat lelang, kata Enny, “tidak akan bisa masuk menjadi anggota lelang atau mendapatkan gula.”
Persoalan lain, menurut Enny, harga gula di Indonesia cenderung tinggi ketimbang negara lain. Jika dibandingkan dengan harga internasional, Enny menjelaskan, perbedaannya bahkan mencapai 1,8 kali lipat.
Secara teori, kata Enny, mahalnya harga gula seharusnya membuat petani untung. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. “Pemerintah telah menyatakan sendiri kalau (industri) gula banyak mafianya. Nah, ini yang harus dibenahi,” imbaunya.
Lelang gula rafinasi terus menuai kritik
- Gula Rafinasi Langka, Aturan Menperin Harus Dikaji Ulang
- 3 Alasan Mengapa Lelang Gula Rafinasi Harus Ditinjau Ulang
- Lelang Gula Rafinasi Hanya Menambah Beban Industri Kecil
- Pelaku Industri Desak Lelang Gula Rafinasi Dibatalkan
- Petani Tebu Anggap Lelang Gula Rafinasi Multimanfaat
- APTRI Dorong Lelang Online Gula Rafinasi Segera Dilaksanakan