Lemhannas Ungkap Kekhawatiran soal Potensi AI di Senjata Otonom
Kemudian, lanjut dia, perlu dipertanyakan juga apakah AI dianggap sebagai teknologi yang sifatnya taktis, jadi pelarangannya bersifat taktis.
"Jadi pelarangannya menghindari autonomous, yang artinya tidak ada keterlibatan manusia sama sekali. Begitu dia dipakai combat (tempur), dia harus ada pelibatan manusia," kata dia..
Atau dilarang sama sekali untuk domain militer, tegasnya. "Tapi kayaknya itu tidak mungkin. Kita gagal melarang senjata biologi, kimia dan nuklir, walaupun ada treaty-nya."
Sementara itu pakar kebijakan asing Dino Patti Djalal mengatakan Indonesia juga harus mengembangkan kecerdasan buatan untuk militer karena negara-negara lain saat ini juga sudah melakukannya.
"Poin yang penting adalah bahwa kita harus bisa mengarahkan agar kesepakatan (terkait pengembangan AI dalam militer) harus diarahkan untuk mengakomodasi kepentingan nasional kita," kata Dino.
Dalam pemanfaatan kecerdasan buatan untuk militer, kendali manusia merupakan hal penting, namun hal lebih penting yang perlu dipertimbangkan adalah standar etika, kata dia.
Pemerintah Belanda menggelar konferensi tentang penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang bertanggung jawab di sektor militer (REAIM 2023) di Den Haag.
Konferensi yang dilaksanakan pada 15-16 Februari ini diikuti oleh peserta dari 70 negara.
Perkembangan sistem persenjataan otonom (AWS) menjadi isu yang paling dikhawatirkan dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI) di sektor militer
- Menko Polkam Budi Gunawan Dukung Lemhannas Jadi Think Tank Kelas Dunia
- IDXSTI Hadirkan AI untuk Pelaporan Keberlanjutan Emiten
- 56% Bisnis di Indonesia jadi Korban Fraud Digital, 4 Langkah Penting ini Perlu Diambil
- ASUS Siapkan ExpertBook P5, Copilot+ PC Pertama untuk Bisnis Berbasis AI
- Feedloop AI Dorong Transformasi Operasional Hukum
- Achieva Edu, Platform Lead Generation AI Pertama untuk Sektor Pendidikan