Cerita Letusan Gunung Agung dalam Literasi Bali Kuno

Cerita Letusan Gunung Agung dalam Literasi Bali Kuno
Gunung Agung di Karangasem, Bali. Foto: Dok. Indopos/Jawapos Grup

Begitu tertulis dalam Babad Pasek yang dirawikan Jro Mangku Gde Ketut Soebandi.

Dikisahkan, ketiga anaknya itu, lalu dimasukkan ke dalam buah kelapa gading. Dan diberangkatkan melalui dasar laut.

Sesampai di Bali, Bhatara Hyang Putrajaya alias Hyang Mahadewa berparahyangan di Besakih, Karangasem. Batari Dhanuh di Hulundanu Gunung Batur, dan Gnijaya berstana di puncak Gunung Lempuyang, sebelah Timur Gunung Agung.

Ketiganya dikenal juga sebagai Bhatara Hyang Tri Purusa.

Sejurus kemudian, anak-anak Hyang Pasupati lainnya menyusul ke Bali.

Yakni, Bhatara Hyang Tumuwuh berparahyangan di Gunung Batukaru, Tabanan. Bhatara Hyang Manik Gumawang berparahyangan di Gunung Beratan, Tabanan. Bhatara Hyang Manik Galang berparahyangan di Pejeng. Bhatara Hyang Tugu berparahyangan di Gunung Andakasa.

Nah, tujuh putra-puri Hyang Pasupati tersebut kemudian dikenal sebagai Sapta Bhatara.

Setelah itu, menurut Babad Pasek—kitab yang diramu berdasarkan sejumlah prasasti dan lontar—Gunung Agung kembali meletus untuk kedua kalinya.

GUNUNG Agung di Bali pertama meletus pada 113 Saka atau 191 Masehi. Begitu menurut lontar. Dan yang kedua terjadi pada 118 Saka atau bulan Agustus 196 Masehi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News