Lia Ahok

Dahlan Iskan

Lia Ahok
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Setelah mendengar 'seminar' saya itu, Lia bisa punya dua pilihan: mengembangkan kantor hukumnya di New York atau menjadi hakim.

Lia punya peluang jadi hakim di sana, tetapi harus menjadi warga negara Amerika.

Saya pilih yang pertama. Entah Lia. Saya lihat Lia punya energi berlebih. Sayang kalau orang seperti Lia frustrasi oleh kejadian-kejadian politik di dalam negeri.

Menjadi caleg di zaman SBY, dan menjadi tim sukses di zaman Ganjar, apa yang dihasilkannyi: Camino!

Baik juga Camino: Lia jadi berpikir harus menentukan masa depan. Terutama ketika anak tunggalnyi, Erick, akan pergi jauh ke Austin, Texas, minggu depan.

Erick akan buka usaha properti di sana. Betapa sedihnya seorang ibu. Selama 26 tahun Lia hampir tidak pernah berpisah dengan anaknyi. Seminggu lagi harus berjauhan.

Saya lihat Lia mengusap mata. James diam di meja makan.

"Lia, Anda harus bahagia punya anak seperti Erick. Banyak orang tua yang susah karena kelakuan anak mereka. Erick begitu baik. Relakan dia pergi." Toh suatu saat dia juga harus menikah.

Dia pasti istimewa. Bagaimana bisa: rambut panjang, perokok, sampai diminta menjadi guru di SMA Santa Ursula. Itulah James F. Sundah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News