Lia James

Dahlan Iskan

Lia James
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Saya sudah punya sepatu dari merk yang disyaratkan Lia. Dibelikan istri waktu di Shanghai. Tetapi saya kurang peduli tipenya. Semoga sama: tipe yang kalau kena air tidak basah sampai dalam. Tidak perlu beli yang baru. Kemungkinan kehujanan sangat tinggi di sana. Apalagi Oktober.

Baca Juga:

Berarti harus membeli jas hujan. Oh, tidak perlu beli. Lia punya banyak. Pun yang belum dibuka bungkusnya. Saya diberi satu.
Untuk jaket, Lia mensyaratkan merk tertentu. Tahan hujan dan angin. Ringan sekali. Seringan isi dompetnya Putu Leong. Saya sudah punya dua. Saya ingat di mana membelinya: di Evansville, Indiana.

Dari dua pengalaman ikut Camino, Lia mensyaratkan agar saya membeli kaus kaki khusus: harus woll. Tidak menyerap keringat.
Memang ada yang lebih baik: kaus kaki berjari lima. Bisa mengurangi kemungkinan jari-jari melepuh. Tapi Lia belum menemukan kaus kaki woll yang berjari lima.

Tidak boleh lupa: minyak angin, minyak gosok dan obat puskesmas --pusing, keseleo, masuk angin. Dan harus latihan jalan jauh setiap hari. Sejak sebulan sebelum berangkat.

Yang terakhir itu rasanya saya tidak perlu. Senam dansa saya sudah melebihi jalan kaki. Dan lagi saya sudah lulus jalan kaki dari Mekah ke Arafah. Waktu naik haji dulu. Lebih jauh dari 20 km. Pulang pergi pula.

Jemaah haji umumnya naik bus ke Arafah. Tetapi Rizal Effendy dan Zainal Muttaqin menantang saya untuk jalan kaki saja. Dua direktur perusahaan saya itu hampir 10 tahun lebih muda.

Saya ganti menantang Nino dan satu lagi yang lebih muda lagi. Terbersit sedikit kesombongan; saya harus lebih kuat dari dua yang termuda itu.

Jadilah berlima jalan kaki. Dari Mekah setelah Asar. Sekitar pukul 4.30 sore. Tiba di Arafah jam 11.00 malam. Kelak di tahun 2010 Rizal jadi Wali Kota Balikpapan.

Meski bukan Katolik saya ingin ikut Camino. Oktober nanti. Insyaallah. Lia Suntoso siap jadi pemandu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News