Lian Gouw
Oleh: Dahlan Iskan
Golongan Tionghoa totok ternyata juga membenci Tionghoa yang kebelanda-belandaan. Mereka menyebutnya dengan ”Belanda Tun Pua” (Belanda satu setengah gobang). Itu karena mereka harus membayar 1,5 gulden untuk bisa mendapat status Belanda.
Lian Gouw kini sudah agak lancar berbahasa Indonesia. Itu saya lihat ketika Lian jadi pembicara zoominar ”tipis-tipis” di perkumpulan Boen Hian Tong Semarang pekan lalu.
Lian Gouw kini melangkah lebih jauh lagi: mendirikan perusahaan penerbitan buku di Amerika. Dalang Publishing. Tujuannya: khusus menerbitkan buku-buku yang ditulis orang Indonesia.
Untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Buku itu harus bermutu sastra. Juga, harus dengan latar belakang budaya Indonesia. ”Agar karya sastra dan budaya Indonesia dikenal publik Amerika,” ujar Lian.
Sudah 12 buku yang disiapkan segera terbit. Misalnya, novel karya Junaedi Setiyono: Dasamuka serta Tembang dan Perang.
Junaedi adalah sastrawan Purworejo. Juga, doktor pendidikan yang menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Purworejo. Novel Tembang dan Perang itu telah diterbitkan Kanisius. Itulah novel berdasar cerita Panji asli Indonesia, dari abad ke-14 (zaman Jenggolo-Kediri).
Kisah Panji sedang diperjuangkan menjadi cerita warisan budaya ke UNESCO. Lian akan menerbitkannya untuk pasar Amerika dan dunia.
Saya jadi ingin diskusi langsung dengan Lian. Kalau ke Amerika nanti. Saya ingin mampir ke Palo Alto. ”Tidur di rumah saya saja,” kata Lian. (*)
Dari novel inilah saya jadi tahu apa beda Bandung Selatan dan Bandung Utara. Yang dibatasi rel kereta api.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi