Libur Lebaran Terlalu Panjang Bisa Ganggu Perekonomian
jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, libur Lebaran yang totalnya mencapai 12 hari nonstop bakal menghambat aliran investasi dan konsumsi.
Berdasar surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, pemerintah menambah libur tiga hari, yaitu 11, 12, dan 20 Juni.
Sebagian masyarakat juga bisa jadi libur sejak 9 Juni karena tanggal tersebut adalah Sabtu. Tadinya libur Lebaran hanya berlaku 13–19 Juni.
Dia memerinci, pengeluaran ekspor berkontribusi pada 20 persen produk domestik bruto (PDB).
Sementara itu, impor 19 persen. Di luar itu, investasi langsung berperan 32 persen terhadap PDB (produk domestik bruto).
”Sementara kita banyak bergantung pada ekspor dan investasi langsung. Libur yang lebih lama akan memperlambat pengurusan perizinan investasi serta arus ekspor dan impor sehingga berimbas pada kelangsungan usaha dan industri,” ujar Bhima, Kamis (19/4).
Sementara itu, dari sisi konsumsi, libur Lebaran yang panjang sebenarnya bisa meningkatkan belanja konsumen.
Bhima menilai tujuan pemerintah menambah libur Lebaran cukup positif.
Bhima Yudhistira mengatakan, libur Lebaran yang totalnya mencapai 12 hari nonstop bakal menghambat aliran investasi dan konsumsi.
- PDB Indonesia Meningkat jadi Rp 78,62 Juta Per Kapita
- Menko Airlangga Dorong Kemitraan Strategis Indonesia dan India yang Komprehensif
- Kemenko Perekonomian Ungkap 17 Persen Cadangan Timah Global Ada di Indonesia
- Bertemu Wadubes Terrece Teo, Rusdi Kirana Dorong Kerja Sama RI-Singapura Ditingkatkan
- Prabowo Targetkan Investasi Mencapai Rp 3,414 Triliun hingga 2029
- Harapan Besar Ibas Terhadap Danantara: Hasilkan Laba dan Dividen Tinggi untuk Negara