Liem Din
Oleh: Dahlan Iskan
Total sekitar 500 orang ikut kebaktian pagi itu. Masih akan ada kebaktian lagi siang dan malam hari.
Saya agak keasyikan di gereja ini. Lupa kalau harus ke museum. Akan tetapi sedikit terlambat ke museum kan tidak masalah. Masih tetap buka sampai pukul 12.00.
Memang akan lebih baik kalau lebih pagi ke museum. Agar bisa mengambil foto bagian luar museum dengan pencahayaan pagi yang lebih baik.
Saat saya tiba di museum matahari sudah terlalu tinggi. Terlalu silau untuk pemotretan yang sempurna. Apa boleh buat. Saya tetap berfoto. Pemandangan bagian depan museum ini sangat indah.
Ada halaman parkir. Lalu naik sedikit ada gerbang. Saya amati corak gerbang itu: bermotif daun-daun pisang. Sudah terasa unsur Jawa-nya.
Tidak harus membayar. Begitu melewati gerbang, tangga nan lebar bertingkat-tingkat harus ditanjaki. Untuk mencapai halaman gedung museum harus mendaki sekitar 90 anak tangga. Maka gedung museum itu pun terasa gagah.
Bentuk gedungnya pakua: segi delapan. Di tengah-tengah gedung itulah patung besar Liem Sioe Liong ditempatkan. Posisinya duduk di kursi. Warna patungnya putih polos. Posisi duduknya mengingatkan saya pada patung Presiden Abraham Lincoln di Washington DC.
Hanya patung itu satu-satunya benda di lobi pendopo di tengah-tengah gedung. Saya sebut pendopo karena plafon lobi yang luas itu bukan gaya Tiongkok. Kesan saya lebih mirip gaya joglo Jawa.